conti Ordinary Girl: Hubungan Kesehatan Mental dengan Kecerdasan Emosional

Jumat, 22 Mei 2015

Hubungan Kesehatan Mental dengan Kecerdasan Emosional




 KESEHATAN MENTAL

  
Kesehatan mental merupakan sehat secara mental, sehat psikologis (penyesuaian diri terhadap psikis) seperti perasaan, pikiran, dan kehendak yang berjalan secara seimbang. Berasal dari istilah Mental hygiene. Ilmu kesehatan mental : ilmu yg memperhatikan perawatan mental/jiwa, objek kajian, kondisi mental manusia dengan memandang manusia sebagai totalitas psikofisik yang kompleks.

Menurut WHO, Kesehatan Mental didefinisikan sebagai keadaan dimana individu merasa sejahtera.
Kesehatan mental yang baik ditandai dengan:
• Kemampuan individu mengetahui potensinya dan memaksimalkan potensi tersebut
• Kemampuan individu mengatasi situasi menekan yang dihadapinya
• Kemampuan individu untuk bekerja secara produktif dan bermanfaat di tempat kerja,
   keluarga, komunitas, dan di antara teman


MENURUT PARA AHLI :
1. Schneiders: ilmu kesehatan mental adalah ilmu yg mengembangkan & menerapkan seperangkat prinsip yg praktis dan bertujuan utk mencapai & memelihara kesejahteraan psikologis organisme manusia dan mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan penyesuaian diri.
2. Klein: ilmu yg bertujuan untuk mencegah penyakit mental dan meningkatkan kesehatan mental.
3. Thorpe: suatu tahap psikologi yg bertujuan untuk mencapai dan memelihara kesehatan mental.


Ilmu Kesehatan mental itu lebih bersifat preventif & memiliki tujuan untuk mencegah ketidakmampuan penyesuaian diri serta peningkatan kesehatan mental. Dengan objek kajian utama ialah kondisi mental manusia. Seseorang yang sehat secara mental akan memiliki kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kenyataan sekitar.


Kesehatan mental merupakan hal yang sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Keduanya harus sama-sama dijaga. Dalam hidup, kita memiliki masa-masa dimana kita merasa tertekan, sedih, atau takut. Seringkali perasaan itu hilang sejalan dengan selesainya permasalahan yang kita hadapi. Namun terkadang perasaan itu berkembang menjadi masalah yang lebih serius. Hal itu bisa terjadi pada salah satu dari kita. Setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam mengatasi setiap masalah yang dihadapinya. Ada yang bisa bangkit kembali dari kemunduran sementara ada orang lain yang mungkin merasa terbebani oleh itu untuk waktu yang lama. Kesehatan mental yang kita miliki tidak selalu sama. Dapat berubah karena adanya perubahan lingkungan serta kita yang terus bergerak melewati tahapan kehidupan yang berbeda. Dengan adanya perubahan tersebut, maka kita diharapkan mampu untuk tetap menjaga agar memiliki kesehatan mental yang baik.


Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental memiliki pengertian kemampuan seseorang untuk dapat menyesuaikan diri sesuai tuntutan kenyataan di sekitarnya. Tuntutan kenyataan yang dimaksud di sini lebih banyak merujuk pada tuntutan yang berasal dari masyarakat yang secara konkret mewujud dalam tuntutan orang-orang yang ada di sekitarnya. Penyesuaiaan diri berhubungan dengan cara yang dipilih individu untuk mengolah rangsangan, ajakan dan dorongan yang datang dari dalam maupun luar diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh pribadi yang sehat mental adalah penyesuaian diri yang aktif. Penyesuaian diri orang yang sehat mental tidak menyebabkan bergantinya kepribadian. Perubahan dalam diri, tidak berubah secara drastis. Pada orang yang sehat mental stabilitas diri dipertahankan. Dalam menyesuaian diri dengan lingkungan, individu dapat menerima apa yang ia anggap baik dan menolak apa yang ia anggap buruk berdasarkan pegangan normatif yang ia miliki. Keadaan diri yang stabil dan berkesatuan itu selalu dipertahankan oleh individu yang sehat.





Orang yang sehat melihat masalah nyata, apa yang dihadapinya dan bagaimana kondisi dirinya berkaitan dengan masalah itu sebelum menentukan tindakan yang akan diambil. Di sini terlihat bahwa orang yang sehat memiliki kemampuan memahami realitas internal dan eksternal dirinya. Ia tidak bereaksi secara mekanik atau kompulsif-repetitif tetapi berespons secara realistis dan berorientasi pada masalah. Dengan batasan-batasan kesehatan mental seperti yang diuraikan, kita dapat mengenali tanda-tanda gangguan kesehatan mental. Individu yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan menunjukkan adanya masalah kesehatan mental.

Individu yang tidak mampu mempertahankan stabilitas diri juga mengindikasikan adanya gangguan mental dalam hal otonomi dan kesatuan diri. Disintegrasi diri merupakan ciri utama pada gangguan-gangguan psikosis. Ketiadaan atau kekurangan kemampuan menilai lingkungan dan diri sendiri secara realistis sehingga tidak mampu mengambil keputusan yang tepat juga menjadi indikasi dari adanya gangguan atau hambatan dalam perkembangan mental. Gangguan yang berkaitan dengan kemampuan menilai lingkungan dan diri secara realistis ini dapat mengarahkan orang pada gangguan neurosis dan psikosis.




KECERDASAN EMOSIONAL

 

Emosi berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak menjauh, emosi ialah suatu konsep yang sangat mejemuk sehingga tiada satupun definisi yang universal, tapi disini para ahli mengatakan bahwa emosi merupakan kecenderungan untuk memiliki perasaan (Wiliiam James). Emosi merupakan suatu kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaaN, napsu, setiap keadaan mental yang merujuk pada suatu pikirisan yang khas (Daniel Goleman). 

Ada banyak pelajaran berharga yang perlu dipelajari dari menaruh perhatian sedekat-dekatnya pada emosi kita dan emosi orang lain. Ada beberapa macam ekspresi dalam emosi, diantaranya :
1. Ekspresi verbal : emosi yang dituang dalam menulis kata-kata, berbicara tentang emosi yang dialami.
2. Ekspresi non verbal : ekspresi dengan mimik wajah, vocal, perubahan fisiologis, gerak dan isyarat tubuh, dan tindakan-tindakan emosi.


            Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai,mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan.  Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. 

Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ).  Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang.

Emosi pun dibagi menjadi 2 macam yakni emosi positif seperti bahagia, rasa senang, dan segala hal yang menyenangkan, dan emosi negatif sepeti kecewa, sedih, takut, dan segala yang yang tidak menyenangkan. 
Lalu, kecerdasan emosi lebih di istilahkan adalah suatu peristiwa untuk lebih mengerti keadaan orang lain, yang penjelasannya berbeda dengan kematangan emosi, karna jika kematangan emosi ialah lebih dewasa dalam pola pikir dan tingkah laku. Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenai perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi merupakan kualitas untuk mengenali emosi pada diri sendiri kemudian emosi tersebut di kelola dan digunakan untuk memotivasi sendiri dan memberi manfaat dalam hubungannya dengan orang lain sehingga individu dapat berinteraksi dengan baik.



Menurut Bar-On kecerdasan emosi merupakan sekumpulan kecakapan dan sikap yang jelas perbedaannya namun saling tumpang tindih. Kumpulan tersebut dikelompokan menjadi 5:
1. Intrapribadi : terkait dengan kemampuan untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri yaitu melingkupi : kesadaran diri, sikap asertif, kemandirian, dan aktualisasi diri.

2. Antarpribadi : ranah antar pribadi berkaitan dengan ketrampilan bergaul yang dimiliki individu yaitu berkemampuan untuk berinteraksi dan bergaul baik dengan orang lain, wilayah ini dibagi menjadi 3 : empati, tanggunga jawab, dan hubungan antarpribadi.

3. Penyesuaian diri : kemampuan untuk bersikap lentur dan realistis, dan untuk memecahkan aneka masalah yang muncul. Wilayah ini dibagi menjadi 3 : uji relistis, sikap fleksibel, dan pemecahan masalah.

4. Pengendalian stress : berkaitan dengan kemampuan individu untuk menghadapi stress dan mengendalikan implus, wilayah ini dibagi menjadi : ketahanan menanggung stress dan pengendalian implus.

5. Suasana hati : ranah suasana hati terdiri dari : optimisme dan kebahagiaan.



Aspek-aspek kecerdasan emosi :
1. Mengenali emosi sendiri
2. Mengelola emosi
3. Memotivasi diri sendiri
4. Mengenali emosi orang lain
5. Membina hubungan.


Menurut Back (dalam Hurlock 2006) seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik, akan lebih mampu mengatur emosinya sehingga dapat meminimalisasikan atau bahkan menghindari perasaan cemas.

 Goleman (2007) menyatakan bahwa individu yang mempunyai kecerdasan emosi yang tinggi akan lebih luas pengalaman dan pengetahuannya daripada individu yang lebih rendah kecerdasan emosinya. Individu yang kecerdasan emosinya lebih tinggi akan lebih kritis dan rasioal dalam menghadapi berbagai macam masalah. Dengan demikian, orang yang kecerdasan emosinya tinggi akan memikirkan pula akibat-akibat yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang untuk kelangsungan hidupnya.

Kecerdasan emosi yang diungkap berbagai tokoh diatas mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi diperlukan seseorang dalam menghadapi suatu masalah yang memungkinkan timbulnya tekanan atau kecemasan pada orang tersebut. Sejalan dengan penelitian Gohm di University Of Mississippi menyatakan bahwa kecerdasan emosi diperlukan oleh setiap individu untuk memahami diri kita sendiri maupun orang lain, mengontrol emosi, menyelesaikan masalah dengan baik, dan membantu kita membuat penilaian objektif terhapap orang lain. Tanpa kecerdasan emosi kita tidak dapat membuat kemampuan-kemampuan kognitif sesuai dengan potensi yang maksimal. Kecerdasan emosi tersebut akan mempengaruhi perilaku tiap individu dalam mengatasi permasalahan yang muncul termasuk permasalahan kerja (Melianawati, dkk, 2001).
Banyak contoh disekitar kita membuktikan bahwa orang yang memiliki kecerdasan otak saja, atau banyak memiliki gelar yang tinggi belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Bahkan seringkali yang berpendidikan formal lebih rendah ternyata banyak yang lebiih berhasil. Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal, padahal yang diperlukan sebenarnya adalah bagaimana mengembangkan kecerdasan hati seperti ketangguhan, inisiatif, optimism, kemampuan beradaptasi. Saat ini begitu banyak orang yang berpendidikan tinggi dan tampak menjanjikan namun kariernya mandek. Atau hal buruknya ialah tersingkir karna kecerdasan hati yang rendah.


Salah satu aspek penting dari kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memahami, mengendalikan dan mengevaluasi emosi dalam diri sendiri dan orang lain dan menggunakannya sebagai informasi yang tepat. Sebagai contoh, kecerdasan emosional dalam diri sendiri dapat membantu Anda mengatur dan mengelola emosi Anda, sementara mengakui emosi orang lain dapat menciptakan empati dan keberhasilan dalam hubungan Anda, baik hubungan pribadi maupun hubungan  profesional. 

Pada tahun 1990, psikolog Yale John D. Mayer dan Peter Salovey memunculkan istilah kecerdasan emosional, yang beberapa peneliti mengklaim bahwa ini adalah karakteristik  bawaan, sementara yang lain menunjukkan bahwa Anda dapat mengembangkan dan meningkatkannya. Mungkin tidak semua dari anda memiliki psikoterapis untuk meningkatkan kecerdasan emosional anda, namun kini Anda bisa menjadi terapis sendiri. Hal yang sama juga dilakukan oleh Freud, seorang tokoh  psikoanalisis. Semua itu dimulai dengan belajar bagaimana untuk mendengarkan perasaan-perasaan Anda. Meskipun tidak mudah, mengembangkan kemampuan untuk mengelola emosi Anda sendiri.






HUBUNGAN KESEHETAN MENTAL DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL
Menurut Howard Gardner (1983) terdapat lima pokok utama dari kecerdasan emosional seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan ber negosiasi  dengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk me-motivasi diri.

Pernyataan dari Peter Salovey, John Mayer, dan lima pokok utama dari Howard Gardner ini sesuai dengan konsep kesehatan mental, bahwa di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat, dan di dalam jiwa yang sehat terdapat mental yang sehat serta kecerdasan emosional yang baik. Kecerdasan emosional yang baik seperti upaya pengendalian emosi yang baik, mampu membuat respon dengan kepekaan social yang dimiliki terhadap peristiwa di sekitar, atau dapat dikatakan secara mental mempunyai self esteem & self awareness yang tinggi serta social learning yang baik sehingga tahu bagaimana harus bersikap.

Hubungan kesehatan mental dengan kecerdasan emosi adalah keadaan berhubungan atau di hubungkan, sesuatu yang dipakai untuk berhubungan atau menghubungkan, pertalian, sangkut paut, dan keterkaitan kontak atau ikatan. Hubungan yang dimaksud dalam penulisan ini ialah hubungan antara kesehatan mental dengan kecerdasan emosi dimana individu memberikan adanya keterkaitan antara kedua teori tersebut. Dalam kedua pemahaman diatas dapat dijelaskan hubungannya. Bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dimana psikologis (penyesuaian diri terhadap psikis) seperti perasaan, pikiran, dan kehendak yang berjalan secara seimbang. Dan kecerdasan emosi merupakan suatu peristiwa untuk lebih mengerti keadaan orang lain. Dimana ketika kita bisa bisa menyeimbangkan perasaan ( sehat mental ) maka kita akan mampu untuk mengerti keadaan orang lain ( kecerdasan emosi).

Kesehatan mental seseorang sangat berpengaruh dalam kecerdasan emosinya. Pepatah kuno Solomon, “ Hati yang riang adalh obat yang baik”, menjadi acuan bagi penelitian setiap saat. Emosi negative seperti kecemasan dan putus asa sering kali dihubungkan dengan kesehatan fisik dan mental yang buruk, dan emosi positif seperti harapan, dihubungkan dengan kesehatan yang baik dan kehidupan yang lebih lama. Karena otak berinteraksi dengan semua system biologis tubuh, perasaan dan kepercayaan berpengaruh terhadap fungsi tubuh, termasuk fungsi system imun. Suasana hati negative rupanya menahan fungsi system imun dan meningkatkan kerentanan pada penyakit, suasana hati yang posisitf tampaknya mempertinggi fungsi imun.

Apabila kondisi psikis nya sehat maka akan mudah menyesuaikan diri dan kecerdasan emosi ialah suatu peristiwa dimana seseorang lebih mengerti keadaan orang lain. Jadi bisa dikatakan orang-orang yang punya sikap optimis, inisiatif, atau hal-hal yang menyangkut suara hatinya ialah orang-orang yang sehat mentalnya. Orang yang sehat mentalnya tentunya akan cerdas pula emosinya.
Keceradasan merupakan sebuah faktor yang datangnya dari kognitif (otak), begitupun dengan emosi yang terdapat dibagian amygdala otak. Richard Lazarus pencetus teori kognitif tentang emosi mengatakan bahwa emosi yang kita rasa merupakan penilaian atau evaluasi atas info yang berasal dari situasi lingkungan dan dari dalam tubuh. Karna itu situasi yang sama bisa menimbulkan penilaian dan penafsiran yang beda dan karna itu menimbulkan emosi yag beda pada orang-orang yang mengalaminya.
Karna akan ada perubahan fisiologis ketika kita merasakan emosi, diantaranya :
1. Galvanic skin response
2. Peredaran darah
3. Denyut jantung
4. Napas
5. Reaksi pupil mata
6. Sekresi air liur
7. Respon pilomotor
8. Gerakan usus
9. Ketegangan otot
10. Komposisi darah

Ada kecenderungan alamiah untuk menyambut emosi-emosi positif (seperti kenikmatan), tetapi memperlakukan emosi-emosi negatif (seperti kemarahan) sebagai malapetaka yang perlu dicampakkan. Namun ingat-ingatlah, emosi negatif merupakan bagian dari manusia seutuhnya. Emosi negatif itu juga bisa berharga dan konstruktif. Emosi negatif itu cenderung mempersempit fokus perhatian pada tindakan-tindakan yang membantu para leluhur kita untuk bertahan hidup: melarikan diri, menyerang, membuang racun, dan sebagainya. Secara demikian, kepedihan yang berlangsung lama dapat mendorong orang untuk mencari bantuan, memperbaiki hubungan, atau pun menemukan arah baru dalam kehidupan. Sebaliknya, emosi positif bukanlah sekadar efek samping yang menyenangkan dari keadaan-keadaan bahagia; emosi positif itu cenderung memperluas fokus perhatian kita. Sebagai misal, emosi-emosi seperti kenikmatan, minat, dan kepuasan-hati menciptakan dorongan untuk bermain, kreatif, merambah, menyelamatkan kehidupan, mencari pengalaman baru, melakukan integrasi, dan mengembangkan diri. Ini semua membuka kemungkinan-kemungkinan baru dan mendorong pengembangan diri dan peluasan jaringan sosial. Kebahagiaan dapat dibudidayakan dengan menggunakan kekuatan-kekuatan yang sudah kita punyai–termasuk keramahan, orisinalitas, humor, optimisme, dan kemurahan-hati. Kekuatan semacam itu merupakan benteng alamiah terhadap kesialan. Kekuatan semacam itu dapat pula turut menjadikan orang menjalani hidup dengan lebih positif, kehidupan yang sungguh-sungguh bahagia. Kapasitas untuk memiliki emosi-emosi positif itu merupakan kekuatas-dasar manusia, dan membudidayakan perasaan yang baik itu merupakan bagian dari kecerdasan emosional.


     Individu yang memasuki masa transisi remaja awal memiliki kecerdasan emosi dan kesehatan mental yang labil. Semakin baik kecerdasan individu dalam pengelolaan emosi semakin baik pula tingkat kesehatan mentalnya. Konteks kecerdasan emosi itu sendiri mencakup tentang pengendalian diri, penghargaan terhadap orang lain, dan penyelesaian terhadap persoalan yang dihadapi. Hal ini dapat didapatkan jika kesehatan mental seseorang dapat dikelola dengan baik.




Sumber :
Dewi, Kartika Sari. (2012) Buku Ajar Kesehatan Mental. Semarang : Universitas Dipenogoro.
Papalia, D. E., & Feldman, R. D. (2014). Experience human development 12th ed. Jakarta: Salemba Humanika.
Feist, G. J., & Feist, J. (2010). Theories of personality 7th ed. Jakarta: Salemba Humanika
Basuki, Heru. (2008). Psikologi umum 1. Jakarta: Universitas Gunadarma
Siswanto (2007). Kesehatan Mental – Konsep, Cakupan dan Perkembangannya. Jakarta. : Andi
Soleman, Daniel. (2000). Emotional Intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Semiun Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kansius.
Sugiarto, Dady. (2012). Hubungan Kecerdasan Emosi Dengan Daya Tahan Stres Mahasiswa Universitas Sunan Kalijaga. Yogyakarta : Ringkasan Skripsi.
Dewi, Artika Kumala. (2011). Hubungan Kecerdasan Emosi Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Pegawai Negeri Sipil. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
file:///E:/Kuliah%20Kuliah/JURNAL%20indo/Kecerdasan%20emosional%20_%20ARI%20FEBRIANTARI%20NI%20PUTU%20-%20Academia.edu.htm

1 komentar: