conti Ordinary Girl: Oktober 2012

Minggu, 14 Oktober 2012

Autotext

لْحَمْدُلِلّهِ 

اللّهُ 

 آمِيّنْ… آمِيّنْ… يَ رَ بَّلْ عَلَمِيّنْ


اِنّا لِلّهِ وَاِنّا اِلَيْهِ رَجِعُوْنَ


بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُ هُ


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.


اِ نْ شَآ ءَ اللّهُ

مَاشَآءَاللّهُ

سُبْحَانَ اللّهُ


 (‾⌣‾"٥)  (^⌣^)     シ  ッ  ๏_๏ ˘ِ ˘     ˘ -˘    ˘ ̯˘    \(´O`)/

  (¯―¯٥) (─‿‿─) (`_っ´)

   ˘,˘    (⌣̯̀⌣́)   ˘°˘  (˚̩̩̩⌣°̩̩̩)  (˘̩̩̩⌣˘̩̩̩ )   (⌣̶́̀ ̯ ⌣̶́̀ )    ( ˘•˘") ( ˘͡ -˘͡)

 ≧◔◡◔≦    (◑_◑)  ≧☉_☉≦    ⁀⊙﹏☉⁀     (⊙.⊙(☉_☉)⊙.⊙)  (◐.̃◐) 

ƪ(‾ε‾“)ʃ     ◦^⌣^◦​    (♥⌣♥) (♥-̮♥)  (͡° ͜ʖ ͡°)

(˘_˘")   ¬_¬  (¬_¬")   (..•͡˘_˘ •͡..)  (>;̯͡.̮<;̯͡)  

Peace : (>‿◠)✌  ✌      (♉˘v˘)♉    (‾⌣‾)♉      ♉(◦'ںˉ◦)♉

Jitak : (" `з´)_,/*(x,☉")    (¬˛¬)ノ*(>,<)    (‾˛‾")ƪ(˘-˘)   (¬_¬)ノ*(>˛<)  

( ˘)з┌◦◦◦✽ ♥

\(‾▿‾\) \(´▽`)/ (/‾▿‾)/     

Tos! (*^o^)八(^o^*) 


(◦' ⌣ '◦)  (з´⌣`ε)    (˘ʃƪ˘)  (•ˆ⌣ˆ•)   (з˘⌣˘ε)  (˘⌣˘)ε˘`)     (‾▿‾)  (˘⌣˘)   \(◦'▽'◦)/  (^v^)  (◦^▽^◦)

(•_•") ("•_•) (•_•") ("•_•)     

(• ̪ . • ̪ )   (• ̯͡ .• ̯)    ( •̯́ .̮.̮ •̯̀)    (´̯ ̮`̯ )  (•̯͡.•̯͡)  (•̪ -̮ •̪♈̷̴) 
   
(!`o´)-o)˚з°)     ( ̄▽ ̄)        

Unyu : ( っ ˘з˘) っ   (ɔ˘³˘)ɔ

CUTE :  (•"̮•)

   ╭∩╮(︶.︶メ)╭∩╮     (˘̀^˘́҂)ҧ   ┌П┐(►˛◄)┌П┐   (҂ ̄﹏ ̄)ҧ   t(>.凸(¬‿¬)凸


Semangat:    (ง'̀⌣'́)ง      (•̀_•́)ง    ╭( '̀⌣'́ )งː̖́     (งˆ▽ˆ)ง   (ง'̀⌣'́ง)    (9'̀⌣'́)9   (ง'̀▽'́)ง  (˘▼˘)ง

                     ᕙ(`▽´)ᕗ  ᕙ( ^ₒ^ c)   (҂⌣̀_⌣́)ᕤ   (ง'̀-'́)ง

Sakit kepala (ʃ˘_˘ƪ)

Mimisan :     (‾•̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩ •̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩̩ ‾)  

Maneketehe :   ┐(´_`)┌

Babi :   ( ´(oo)`)

grrrrr :    Ϟ(`﹏´)Ϟ

Bangun tidur :  ٩(´0ˆ)۶

Marah :   (╯҂ ‵□′)╯   Ψ(▸_ ◂✗)   ╰(◣﹏◢)╯ \(#`⌂´)/   (`-´)ψ    \(╰ д╯)/  (҂`☐´)︻╦̵̵̿╤─── \(˚☐˚!)/


groaaaa :   Щ(ºДºщ)  (۳˚Д˚)۳  (۳˘̶̀Д˘̶́)۳  (۳ ˘̶̀• ̯•˘̶́")۳   (۳˚д˚)۳ 


Kabuuur :   ~ ~ (\ ‾o‾)/  ,   ~ ~ \(!!˚o˚)/

pacaran : (‾▽‾)♥(‾⌣‾)  ,  (ɔ ˘⌣˘)♥(˘⌣˘ c)    (◦'▿')ɔc('▿')

Cubit : ( •˘.˘•)-c<ˇ_ˇ" )  (ˆ▽ˆ)--c<ˇ_ˇ)   ( ˘ з˘ )-c<ˇ_ˇ)  (ˇ▼ˇ)-c<ˇ_ˇ)  (" ˆ⌣ˆ>ԅ(ˆ⌣ˆԅ)

Asik : (´⌣`ʃƪ) (˘‿˘ʃƪ) 

(ʃ⌣ƪ)    (˘̶̀-˘̶́ )   

Tinju :   (Q╰_╯)==○☆‎(x,☉")  ,   ​(¬_¬)--o(✗_✗)  (ง ˘̶̀ .˘̶́)==)ˇзˇ)  (`Д´)づ)˚з°)   (˘˛˘)-----)˚з˚)ː̖́ 


 (•͡˘.˘ •͡)==("☉_<)  ( ̄^ ̄)===◎)>_<”)​    (˘͡ -˘͡)-----O)‾з‾)


Tendang :   \( #`⌂´)/┌┛  ,   (ヽ `д´)┌┛★)`з゜)   (`o´"(└┐(`ε´ )-o

Ngantuk :   (Θ˛Θƪ)

Yey! :    \(´▽`)/


Sedih :  (✖╭╮✖)  ( ⌣ ́_ ⌣ ̀)   (︶︿︶)    (•́ ̯•̀ )  ( ˘̶̀•̯•˘̶́ )   (︺︹︺)  (˘̩̩̩ ╭╮˘̩̩̩)

Dance :  ~(‾▿‾~) (~‾▿‾)~ 

ƪ(˘⌣˘)┐ ƪ(˘⌣˘)ʃ ┌(˘⌣˘)ʃ

( ̄ー ̄) Grinning

Haaah?  ´(⊙_⊙)`

(´▽`) - c<ˇ εˇ)

(-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩___-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩)          (˘̩̩̩-˘̩̩̩ƪ)

(’A`) Snubbed

(゜◇゜) Surprised

( ゚ Д゚) Shocked

Nangis :    (╥_╥)  (-̩̩̩-̩̩̩_-̩̩̩-̩̩̩)     (ಠ_ರೃ)     (ʃ˘̩̩̩~˘̩̩̩ƪ)  (˘̩̩̩^˘̩̩̩)   ಥ_ಥ

ͼ(ݓ_ݓ)ͽ



Cool :  Ơ̴̴̴̴̴̴͡.̮Ơ̴̴͡

Yummy :   (˘ڡ˘)

Ah : ┌("˘o˘)┐

EGP :  ( ˘͡ -˘͡)

Cantik :   ╮(^▽^)╭     (✿◠‿◠)  (◡‿◡✿)    ✿◕ ‿ ◕✿       ❁◕ ‿ ◕❁     ❀◕ ‿ ◕❀


Peluk :  (ɔ ˘⌣˘)˘⌣˘ c)   

Galau :  (˘ε˘ƪ)  (´-`ƪ)  (˘▽ƪ)



Ngetawain :   (`▽´)-σ      (-σ`▽´)-σ    ( ‾▿‾)-σ   ☜(ˆ▽ˆ)



Nunjuk :   (¬-̮¬)-σ     (ºДº)-σ    ( ‾-‾)-σ  


(' ˘̶̀ ̯˘̶́)    ̶̀ ̯ ˘̶́ ')

 
 ヽ(´ー`)┌ 

 
Scared : (ノдヽ)  ヽ(゚Д゚)ノ      (/。\)      (/_\)


Sabar :   (⌣́_⌣̀)\('́⌣'̀ )   (´._.`)\('́⌣'̀ )   ( '́⌣'̀)/(˘̩̩ε˘̩ƪ)   (o・_・)ノ(⌣_⌣..)  '-')/

( ⌣́,⌣̀)\(^◡^ ) 

 ( ಠ◡ಠ )       


 (╯°□°)╯       ( ・_・)ノ   ( ´∀`)   


                                                      

     


Autotext 2

→          ☂         ☏ ✉ ☠  ☺ ♫ ♬ ✆ 
❋ ❊  ❄  ❀ ✼ ❅  💋 ❤️ 💕 ✨ 🙆 😷 😪 👌 🙏 😍  💛 💙 👍 👶  👀

←  ✔ ✘   ♚ ☒ ☑ ♛ ✯ ☮ ☪ ✍ † ✞  ⋆ ✰  ☔️
   
»  ✈ ⌚ ✄ ¿  ≤  ≥  👏 😭 😔


Zodiac : ♈  ♉  ♊  ♋  ♌  ♍  ♎  ♏  ♐  ♑  ♒  ♓

«    ½  ½       ¼     ¾    ⅓   ⅕  ⅘  ⅔   

➀  ➂ ➃ ➄ ➅ ➆ ➇ ➈ ➉
➊ ➋ ➌ ➍ ➎ ➏ ➐ ➑ ➒ ➓
Ⓐ Ⓑ Ⓒ Ⓓ Ⓔ Ⓕ Ⓖ Ⓗ Ⓘ Ⓙ Ⓚ Ⓛ Ⓜ Ⓝ Ⓞ Ⓟ Ⓠ Ⓡ Ⓢ Ⓣ Ⓤ Ⓥ Ⓦ Ⓧ Ⓨ Ⓩ 
ⓐ ⓑ ⓒ ⓓ ⓔ ⓕ ⓖ ⓗ ⓘ ⓙ ⓚ ⓛ ⓜ ⓝ ⓞ ⓟ ⓠ ⓡ ⓢ ⓣ ⓤ ⓥ ⓦ ⓧ ⓨ ⓩ

Sabtu, 06 Oktober 2012

Mengelola Ketidaksempurnaan


Apalagi yang tersisa dari ketampanan setelah ia dibagi habis oleh Nabi Yusuf dan Muhammad. Apalagi yang tersisa dari kecantikan setelah ia dibagi habis oleh Sarah, istri Nabi Ibrahim, dan Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW? Apalagi yang tersisa dari pesona kebajikan setelah ia direbut oleh Ustman bin Affan? Apalagi yang tersisa dari kehalusan budi setelah ia direbut habis oleh Aisyah?

Kita hanya berbagi pada sedikit yang tersisa dari pesona jiwa raga yang telah direguk habis oleh para nabi dan orang shalih terdahulu. Karena itu persoalan cinta selalu permanen begitu: jarang sekali pesona jiwa raga menyatu secara utuh dan sempurna dalam diri kita. Pilihan-pilihan kita, dengan begitu, selalu sulit. Ada lelaki ganteng atau perempuan cantik yang kurang berbudi. Sebaliknya, ada lelaki shaleh yang tidak menawan atau perempuan shalehah yang tidak cantik.


Pesona kita selalu tunggal. Padahal cinta membutuhkan dua kaki untuk bisa berdiri dan berjalan dalam waktu yang lama. Maka tentang pesona fisik itu Imam Ghazali mengatakan: “Pilihlah istri yang cantik agar kamu tidak bosan.” Tapi tentang pesona jiwa itu Rasulullah SAW bersabda: “Tapi pilihlah calon istri yang taat beragama niscaya kamu pasti beruntung.”

Persoalan kita adalah ketidaksempurnaan. Seperti ketika dunia menyaksikan tragedi cinta Puteri Diana dan Pangeran Charles. Dua setengah milyar manusia menyaksikan pemakamannya di televisi. Semua sedih. Semua menangis.Puteri yang pernah menjadi trendsetter kecantikan dunia dekade 80-an itu rasanya terlalu cantik untuk disia-siakan oleh sang pangeran. Apalagi Camila Parker yang menjadi kekasih gelap sang pangeran saat itu, secara fisik sangat tidak sebanding dengan Diana. Tapi tidak ada yang secara obyektif mau bertanya ketika itu. Kenapa akhirnya Charles lebih memilih Camila, perempuan sederhana, tidak bisa dibilang cantik, dan lebih tua ketimbang Diana, gadis cantik berwajah boneka itu? Jawaban Charles mungkin memang terlalu sederhana. Tapi itu fakta, “Karena saya lebih bisa bicara dengan Camila.”

Kekuatan budi memang bertahan lebih lama. Tapi pesona fisik justru terkembang di tahun-tahun awal pernikahan. Karena itu ia menentukan. Begitu masa uji cinta selesai, biasanya lima sampai sepuluh tahun, kekuatan budi akhirnya yang menentukan sukses tidaknya sebuah hubungan jangka panjang. Dampak gelombang magnetik fisik berkurang Bukan karena kecantikan atau ketampanan berkurang. atau hilang bersama waktu. Yang berkurang adalah pengaruhnya. Itu akibat sentuhan terus menerus yang mengurangi kesadaran emosi tentang gelombang magnetik tersebut.

Apa yang harus kita lakukan adalah mengelola ketidaksempurnaan melalui proses pembelajaran. Belajar adalah proses berubah secara konstan untuk menjadi lebih baik dan sempurna dari waktu ke waktu. Fisik mungkin tidak bisa dirubah. Tapi pesona fisik bukan hanya tampang. Ia lebih ditentukan oleh aura yang dibentuk dari gabungan antara kepribadian bawaan, pengetahuan dan pengalaman hidup. Ketiga hal itu biasanya termanifestasi pada garis-garis wajah, senyuman dan tatapan mata serta gerakan refleks tubuh kita. Itu yang menjelaskan mengapa sering ada lelaki yang tidak terlalu tampan tapi mempesona banyak wanita. Begitu juga sebaliknya.

Itu jalan tengah yang bisa ditempuh semua orang sebagai pecinta pembelajar. Karena pengetahuan dan pengalaman adalah perolehan hidup yang membuat kita tampak matang. Dan kematangan itu pesonanya. Sebab, setiap kali pengetahuan kita bertambah, kata Malik bin Nabi, wajah kita akan tampak lebih baik dan bercahaya.

Prinsip-prinsip Dasar Perkawinan



Prinsip-prinsip dasar perkawinan Islam yang harus diketahui oleh seorang konselor perkawinan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Dalam memilih calon suami/isteri, faktor agama/akhlak calon harus menjadi pertimbangan pertama sebelum keturunan, rupa dan harta, sebagaimana di-ajarkan oleh Rasul.

artinya: Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan, kekayaannya, nasabnya, kecantikannya dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama niscaya kalian beruntung. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah) artinya: Pilihlah gen bibit keturunanmu, karena darah (kualitas manusia) itu menurun. (H.R. Ibnu Majah).

2. Bahwa nikah atau hidup berumah tangga itu merupakan sunnah Rasul bagi yang sudah mampu. Dalam kehidup-an berumah tangga terkandung banyak sekali keuta-maan yang bernilai ibadah, menyangkut aktualisasi diri sebagai suami/isteri, sebagai ayah/ibu dan sebagainya. Bagi yang belum mampu disuruh bersabar dan berpuasa, tetapi jika dorongan nikah sudah tidak terkendali pada-hal ekonomi belum siap, sementara ia takut terjerumus pada perzinaan, maka agama menyuruh agar ia menikah saja, InsyaALLAH rizki akan datang kepada orang yang memiliki semangat menghindari dosa, entah dari mana datangnya (min haitsu layahtasib).


Nabi bersabda:
artinya: Wahai pemuda, barang siapa diantara kalian sudah mampu untuk menikah nikahlah, karena nikah itu dapat mengendalikan mata (yang jalang) dan memelihara kesucian kehormatan (dari berzina), dan barang siapa yang belum siap, hendaknya ia berpuasa, karena puasa bisa menjadi obat (dari dorongan nafsu). (H.R. Bukhari Muslim)

artinya : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak nikah diantara hamba-hamba sahayamu yang laki dan yang perempuan. Jika mereka fakir, Allah akan memampukan mereka dengan karunia Nya. ALLAH Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui. (Surat al Nur, 32)

3. Bahwa tingkatan ekonomi keluarga itu berhubungan dengan kesungguhan berusaha, kemampuan mengelola (managemen) dan berkah dari ALLAH SWT. Ada keluarga yang ekonominya pas-pasan tetapi hidupnya bahagia dan anak-anaknya bisa sekolah sampai ke jenjang tinggi, sementara ada keluarga yang serba berkecukupan materi tetapi suasananya gersang dan banyak urusan keluarga dan pendidikan anak terbengkalai. Berkah artinya terkumpulnya kebaikan ilahiyyah pada sese-orang/keluarga/masyarakat seperti terkumpulnya air di dalamkolam. Secara sosiologis, berkah artinya terdayagunanya nikmat Tuhan secara optimal. Berkah dalam hidup tidak datang dengan sendirinya tetapi harus diupayakan.

Firman Allah :
artinya: Sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan ber-taqwa, niscaya Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan dari bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami akan sisksa mereka disebabkan oleh perbuatan mereka. (Surat al A’raf, 96)

artinya: ALLAH menyayangi orang yang bekerja secara halal membelanjakan hasilnya secara sederhana, dan mengutamakan sisa (tabungan) untuk kekurangan dan kebutuhannya (di waktu mendatang). (H.R. Ibn. Najjar dari Aisyah).

4. Suami isteri itu bagaikan pakaian dan pemakainya. Antara keduanya harus ada kesesuaian ukuran, kesesuaian mode, asesoris dan pemeliharaan kebersihan. Layaknya pakaian, masing-masing suami dan isteri harus bisa menjalankan fungsinya sebagai (a) penutup aurat
(sesuatu yang memalukan) dari pandangan orang lain, (b) pelindung dari panas dinginnya kehidupan, dan (c) kebanggan dan keindahan bagi pasangannya. Dalam keadaan tertentu pakaian mungkin bisa diperkecil, dilonggarkan, ditambah asesoris dan sebagainya, Mengatasi perbedaan selera, kecenderungan dan hidup antara suami isteri, diperlukan pengorbanan kedua belah pihak. Masing-masing harus bertanya: Apa yang dapat saya berikan, bukan apa yang saya mau.

artinya: Mereka (isteri-isterimu) adalah (ibarat) pakaian kalian, dan kalian adalah (ibarat) pakaian mereka. (Surat al Baqarah 187) artinya: Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik terhadap isterinya, dan aku (Nabi) adalah orang yang paling baik terhadap isteri. (H.R. Turmuzi dari Aisyah)

5. Bahwa cinta dan kasih sayang (mawaddah dan rahmah) merupakan sendi dan perekat rumah tangga yang sangat penting. Cinta adalah sesuatu yang suci, anugerah Tuhan dan sering tidak rationil. Cinta dipenuhi nuansa memaklumi dan memaafkan. Kesabaran, kesetiaan, pengertian, pemberian dan pengorbanan akan mendatangkan/menyuburkan cinta,
sementara penyelewengan, egoisme, kikir dan kekasaran akan menghilangkan rasa cinta. Hukama berkata:

artinya: Tanda-tanda cinta sejati ialah (1) engkau lebih suka berbicara dengan dia (yang kau cintai) dibanding berbicara dengan orang lain, (2) engkau lebih suka duduk berduaan dengan dia dibanding dengan orang lain, dan (3) engkau lebih suka mengikuti kemauan dia dibanding kemauan orang lain/diri sendiri).

artinya: …..Sekiranya engkau (Nabi) kasar dan keras hati ( kepada sahabat-sahabatnya), niscaya mereka lari dari sisimu. (Surat Ali Imran, 159)

artinya: Tidak bisa memuliakan wanita kecuali lelaki yang mulia, dan tidak sanggup menghinakan wanita kecuali lelaki yang tercela. (Hadist)


6. Bahwa salah satu fungsi perkawinan adalah untuk me-nyalurkan hasrat seksual secara sehat, benar dan halal. Hubungan suami isteri (persetubuhan) merupakan hak azazi, kewajiban dan kebutuhan bagi kedua belah pihak. Persetubuhan yang memenuhi tiga syarat (sehat, benar dan halal) itulah yang berkualitas, dan dapat menda-tangkan ketenteraman (sakinah).

Oleh karena itu, masing-masing suami isteri harus menyadari bahwa hal itu bukan hanya hak bagi dirinya, tetapi juga hak bagi yang lain dan kewajiban bagi dirinya. Dalam Islam, hubungan seksual yang benar dan halal adalah ibadah.

Firman ALLAH :
artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasan Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan rasa kasih sayangdiantaramu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Surat ar Rum, 21)

artinya: Nabi bersabda, Persetubuhanmu dengan isterimu itu memperoleh pahala. Para sahabat bertanya; Apakah orang yang menya-lurkan syahwatnya dapat pahala? Nabi menjawab : Tidakkah kalian tahu bahwa jika ia menyalurkan hasratnya di tempat yang haram, maka ia berdosa? Nah, demikian pula jika menyalurkan hasratnya kepada isterinya yang halal, maka ia memperoleh pahala. (H.R. Muslim)

7. Bahwa pergaulan dalam rumah tangga juga membutuhkan suasana dinamis, dialog dan saling menghargai. Kekurangan keuangan keluarga misalnya, oleh orang bijak dapat dijadikan sarana untuk menciptakan suasana dinamis dalam keluarga. Sebaliknya suasana mapan yang lama (baik mapan cukup maupun mapan dalam kekurangan) dapat menimbulkan suasana rutin yang menjenuhkan. Oleh karena itu suami isteri harus pan-dai menciptakan suasana baru, baru dan diperbaharui lagi, karena faktor kebaruan secara psikologis membuat hidup menjadi menarik. Kebaruan tidak mesti dengan mendatangkan hal-hal yang baru, tetapi bisa juga barang lama dengan kemasan baru.

8. Salah satu penyebab kehancuran rumah tangga adalah adanya orang ketiga bagi suami atau bagi isteri (other women/man). Datangnya orang ketiga dalam rumah tangga bisa disebabkan karena kelalaian/kurang waspada (misalnya kasus adik ipar atau pembantu), atau karena pergaulan terlalu bebas (ketemu bekas pacar atau teman sekerja), atau karena ketidak puasan kehidupan seksual, atau karena kejenuhan rutinitas. Suami/isteri harus saling mempercayai, tetapi harus waspada terhadap kemungkinan masuknya virus orang ketiga.

Artinya: “Nabi melarang seorang lelaki memasuki kamar wanita yang bukan muhrim. Seorang sahabat menanyakan boleh tidaknya memasuki kamar saudara ipar. Nabi men-jawab: Masuk ke kamar ipar itu sama dengan maut (berbahaya).” (Hadist)

artinya: Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada ALLAH dan hari akhir, untuk bepergian selama tiga hari tanpa disertai muhrimnya. (H.R. Bukhari, Muslim dan Abu Daud, dari Ibn Umar)

9. Bahwa perkawinan itu bukan hanya mempertemukan dua orang; suami dan isteri, tetapi juga dua keluarga besar antar besan. Oleh karena itu suami/isteri harus bisa berhubungan secara proporsional dengan kedua belah pihak keluarga, orang tua, mertua adik, ipar dst.

10. Bahwa masalah harta benda sering menjadi sumber perselisihan keluarga, baik selagi masih hidup maupun setelah ditinggal mati (warisan). Orang tua diajarkan untuk berlaku adil terhadap anak- anaknya termasuk dalam hal pemberian harta-. Ada dua jalan untuk mengalihkan hak pemilikan harta orang tua kepada anak, yaitu hibah, yakni pemberian ketika orang tua masih hidup, dan pembagian harta warisan setelah orang tua mati.

Pedoman pembagian harta warisan dalam Islam sudah sangat jelas, tetapi kesepakatan keluarga (ahli waris) dapat membuat keputusan lain dalam pembagian harta. Harta waris yang diperoleh dengan cara rebutan/perselisihan biasanya tidak berkah, karena cara perolehannya disertai rasa permusuhan/tidak ridla.

artinya : Dan janganlah sebagian kamu memakan harta dari sebagian yang lain diantaramu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu ke pengadilan supaya kamu dapat menguasai (harta orang lain) dengan cara dosa, padahal kamu mengetahui (kesalahanmu). (Surat al Baqarah, 188)

11. Bahwa karena selalu berdekatan, komunikasi antara suami isteri biasanya menjadi sangat intens. Kehar-monisan hubungan antara suami isteri dipengaruhi oleh kesamaan atau keseimbangan watak/temperamen, kesamaan hobbi, kedekatan visi dan sebagainya. Keharmonisan suami dan isteri akan terwujud jika masing-masing berfikir untuk memberi, bukan untuk menuntut, saling menghargai, bukan saling merendahkan. Dalam kehidupan, seringkali dijumpai bahwa kesulitan yang dihadapi justru mengandung hikmah yang besar, asal orang dapat menerima dan menghadapinya secara benar dan sabar. Isteri biasanya kurang senang dinasehati suami jika nasehat itu seperti nasehat guru kepada murid, meskipun ia mengakui kebenaran na-sehat suaminya, demikian juga sebaliknya.

artinya: Wahai orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan secara paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebahagian dari apa yang telah engkau berikan kepada mereka, terkecualijika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Pergauilah mereka dengan secara patut, tetapi jika kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah), karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (an Nisa 19)

artinya: Tidak bisa memuliakan wanita, kecuali lelaki yang mulia juga, dan tidak sanggup merendahkan derajat wanita kecuali lelaki yang rendah (tercela) juga. (Hadis)

12. Pada dasarnya sistem perkawinan dalam Islam adalah monogami.
Poligami diperbolehkan hanya dalam keadaan tertentu, bagaikan pintu darurat, dan dengan persyaratan-persyaratan yang berat. Secara sosiologis, poligami terjadi disebabkan oleh banyak hal, antara lain:

a. Suami hanya menuruti dorongan syahwatnya, tanpa mengukur tanggung jawabnya.

b. Isteri kurang mengerti hal-hal yang dapat mengikat perasaan suami untuk tetap konsentrasi di rumah.

c. Pergaulan yang terlalu akrab dengan wanita lain, misalnya karena setiap hari selalu bersama (seperti teman sekerja), atau karena simpati kepada problem yang dihadapi si wanita itu sehingga si lelaki terdorong ingin menjadi dewa penolong.

d. Perpisahan yang terlalu lama antara suami dan isteri.

e. Campur tangan luar atau pelecehan harga diri suami oleh isteri/keluarganya sehingga suami merasa tidak berwibawa di rumah, dan selanjutnyya mencari kewibawaan di luar rumah.

f. Isteri tak berdaya menghadapi kehendak suami, atau sefaham bahwa poligami itu manusiawi saja.

Poligami yang dilakukan demi menjaga kesucian, adalah lebih baik daripada toleransi terhadap perzinahan. Ungkapan yang berbunyi; jika ingin makan daging kambing cukup beli sate, tidak harus repot-repot memelihara kambing, sebenarnya adalah ungkapan sesat dari orang bodoh. Seorang bijak mengatakan bahwa poligami hanya bisa dilakukan oleh
tiga orang, yaitu:

(1) Oleh “raja”, yang dengan kekuasannya ia dapat mengatur isteri-isterinya,

(2) Oleh orang berilmu, dimana dengan ilmunya ia bisa meminij keluarga besarnya,

(3) Orang ngawur, dimana ngawurnya itu membuatnya tak perduli dengan problem.

13. Perceraian. Dilihat dari sudut hak dan kewajiban, perkawinan merupakan kontrak sosial yang mengikat antara suami dan isteri, yakni bahwa suami memikul kewajiban yang melahirkan hak, sebagaimana juga isteri memiliki hak-hak yang lahir dari kewajiban yang dipikulnya.

Jika salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya, maka hal itu berpengaruh kepada hak-hak yang dimilikinya, dan sebaliknya menjadi hak bagi pihak lain untuk menggugatnya. Misalnya; suami wajib memberi nafkah keluarga, yang dengan itu suami memiliki hak untuk memimpin rumah tangga. Jika suami ternyata tidak sanggup memberi nafkah, sebaliknya isteri justru bekerja keras dan bisa memberi nafkah keluarganya, maka hak kepemimpinan suami dalam rumah tangga pasti menjadi tidak penuh karena terdesak oleh kontribusi yang diberikan oleh isteri.

a. Ta’lik talak yang diucapkan suami setelah akad nikah merupakan bentuk perlindungan kepada isteri dari kelalaian suami.

b. Jika suami/isteri merasa bahwa hak-hak mereka tidak dipenuhi, sementara jalan keluar tidak ada, maka agama memberikan jalan keluar kepada pasangan itu untuk memilih satu dari dua pilihan: Kembali bersatu secara terhormat, atau berpisah secara baik-baik.
artinya: Talak yang dapat dirujuk itu hanya dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikannya dengan cara yang baik. (Q/2:229)

c. Perceraian (talak) adalah sesuatu yang dihalalkan tetapi tidak disukai Tuhan.

artinya : Sesuatu yang halal yang sangat dimurkai Allah adalah talak.

d. Untuk mencegah terjadinya perceraian, dianjurkan keluarga turun tangan, yakni dengan mengirimkan tenaga mediasi (hakam). artinya: Jika kamu khawatir akan terjadi persengeketaan di antara keduanya (suami isteri), maka kirimkanlah seorang pendamai (hakam) dari keluarga suami dan dari keluarga siteri. Jika kedua juru damai itu berniat untuk mendamaikan, niscaya Allah akan memberikan taufiq kepada kedua suami isteri itu. Sesunguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (an Nisa, 35)

e. Perceraian yang ke I dan yang ke II (talak raj’i) tidak langsung memutuskan hubungan, oleh karena itu disediakan peluang untuk rujuk selama masa ‘iddah. Masa ‘iddah merupakan peluang bagi kedua belah pihak untuk merenungkan kembali hubungan diantara mereka. Pada rumah tangga yang beran-takan, anak-anak biasanya menjadi korban pertama dari apa yang dilakukan orang tuanya.




http://titikbalik.wordpress.com/2007/07/17/prinsip-prinsip-dasar-perkawinan/

Dua Jendela

jendela.jpg



Ada dua jendela yang selalu kita buka untuk menjaga kesehatan. Pertama, tentu saja jendela di rumah, di setiap kamar dan ruangan yang berjendela. Bukalah jendela setiap pagi agar terjadi sirkulasi udara pagi yang sehat menggantikan udara di dalam rumah. Tak hanya itu, jendela yang terbuka juga memungkinkan masuknya sinar matahari dan menghangatkan seisi rumah.

Jendela yang senantiasa terbuka, membuat udara di dalam rumah terus berganti dan selalu segar. Itu memungkinkan seisi rumah terus menerus mendapatkan kesegaran karena ruangan tidak lembab dan terlihat lebih cerah. Udara pagi mengalirkan kesejukkan, udara siang memberi kehangatan, dan semilir angin sore yang menembus celah-celah jendela menyajikan kelembutan senja.

Sebelum malam tiba, jendela pun harus ditutup kembali dengan membiarkan angin malam menerobos tipis di setiap himpitan jendela dan ventilasi rumah. Sekadar menjaga kehidupan terus berlangsung meski semua mata penghuni sudah terpejam.

Belum selesai…

Ada satu jendela lagi yang terus menerus dibuka setiap hari. Yakni jendela hati. Biarkan ia terus terbuka lebar agar menjadi terang dan menerima semua kebaikan kehidupan. Hati yang senantiasa terbuka memberi kesempatan dengki, iri, sirik, riya, angkuh, sombong, dan segala keburukan hati keluar menjauh dari dalam hati.

Jiwa yang tertutup hanya akan membuat segala penyakit betah bersemayam dan terus menggerogoti dinding-dindingnya. Sekuat apa pun dinding jiwa itu, semakin lama akan terkikis habis sehingga tak mampu menjalankan perannya untuk menyaring dzat baik atau buruk untuk sang jiwa. Atau boleh jadi, tertutupnya jendela hati menyebabkan menebalnya karat di dinding hati sehingga lama kelamaan hati ini membatu.

Jika jendela rumah kita harus ditutup setiap malam menjelang. Jangan biarkan jendela hati tertutup. Biarkan ia terbuka terus menerus tanpa perlu menguncinya rapat-rapat. Tak peduli pagi, siang, maupun malam hari, teruslah membuka hati agar sesiapa pun yang bertamu ke dalam hati Anda merasakan ketentraman dan kedamaian.

Dengan selalu membuka semua jendela di hati, pikiran jernih, sikap bersih, tindakan pun terarah. Dari hati yang senantiasa terbuka, segala apa pun yang terserap ke dalamnya akan bermakna kebaikan. Bahkan sebuah kritik pedas pun akan terasa manis. Semoga.

Menikah, Kenapa Takut?


Menikah, Kenapa Takut?
Oleh: DR. Amir Faishol Fath

“MENIKAH”


Kita hidup di zaman yang mengajarkan pergaulan bebas, menonjolkan aurat, dan mempertontonkan perzinaan. Bila mereka berani kepada Allah dengan melakukan tindakan yang tidak hanya merusak diri, melainkan juga menghancurkan institusi rumah tangga, mengapa kita takut untuk mentaati Allah dengan membangun rumah tangga yang kokoh? Bila kita beralasan ada resiko yang harus dipikul setelah menikah, bukankah perzinaan juga punya segudang resiko? Bahkan resikonya lebih besar. Bukankankah melajang ada juga resikonya?

Hidup, bagaimanapun adalah sebuah resiko. Mati pun resiko. Yang tidak ada resikonya adalah bahwa kita tidak dilahirkan ke dunia. Tetapi kalau kita berpikir bagaimana lari dari resiko, itu pemecahan yang mustahil. Allah tidak pernah mengajarkan kita agar mencari pemecahan yang mustahil. Bila ternyata segala sesuatu ada resikonya, maksiat maupun taat, mengapa kita tidak segera melangkah kepada sikap yang resikonya lebih baik? Sudah barang tentu bahwa resiko pernikahan lebih baik daripada resiko pergaulan bebas (baca: zina). Karenanya Allah mengajarkan pernikahan dan menolak perzinaan.

Saya sering ngobrol, dengan kawaan-kawan yang masih melajang, padahal ia mampu untuk menikah. Setelah saya kejar alasannya, ternyata semua alasan itu tidak berpijak pada fondasi yang kuat: ada yang beralasan untuk mengumpulkan bekal terlebih dahulu, ada yang beralasan untuk mencari ilmu dulu, dan lain sebagainya. Berikut ini kita akan mengulas mengenai mengapa kita harus segera menikah? Sekaligus di celah pembahasan saya akan menjawab atas beberapa alasan yang pernah mereka kemukakan untuk membenarkan sikap.


Menikah itu Fitrah

Allah Taala menegakkan sunnah-Nya di alam ini atas dasar berpasang-pasangan. Wa min kulli syai’in khalaqnaa zaujain, dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan (Adz-Dzariyaat: 49). Ada siang ada malam, ada laki ada perempuan. Masing-masing memerankan fungsinya sesuai dengan tujuan utama yang telah Allah rencanakan. Tidak ada dari sunnah tersebut yang Allah ubah, kapanpun dan di manapun berada. Walan tajida lisunnatillah tabdilla, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah (Al-Ahzab: 62). Walan tajida lisunnatillah tahwiila, dan kamu tidak akan mendapati perubahan bagi ketetapan kami itu. (Al-Isra: 77)

Dengan melanggar sunnah itu berarti kita telah meletakkan diri pada posisi bahaya. Karena tidak mungkin Allah meletakkan sebuah sunnah tanpa ada kesatuan dan keterkaitan dengan sIstem lainnya yang bekerja secara sempurna secara universal.

Manusia dengan kecanggihan ilmu dan peradabannya yang dicapai, tidak akan pernah mampu menggantikan sunnah ini dengan cara lain yang dikarang otaknya sendiri. Mengapa? Sebab, Allah swt. telah membekali masing-masing manusia dengan fitrah yang sejalan dengan sunnah tersebut. Melanggar sunnah artinya menentang fitrahnya sendiri.

Bila sikap menentang fitrah ini terus-menerus dilakukan, maka yang akan menanggung resikonya adalah manusia itu sendiri. Secara kasat mata, di antara yang paling tampak dari rahasia sunnah berpasang-pasangan ini adalah untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia dari masa ke masa sampai titik waktu yang telah Allah tentukan. Bila institusi pernikahan dihilangkan, bisa dipastikan bahwa mansuia telah musnah sejak ratusan abad yang silam.

Mungkin ada yang nyeletuk, tapi kalau hanya untuk mempertahankan keturunan tidak mesti dengan cara menikah. Dengan pergaulan bebas pun bisa. Anda bisa berkata demikian. Tetapi ada sisi lain dari fitrah yang juga Allah berikan kepada masing-masing manusia, yaitu: cinta dan kasih sayang, mawaddah wa rahmah. Kedua sisi fitrah ini tidak akan pernah mungkin tercapai dengan hanya semata pergaulan bebas. Melainkan harus diikat dengan tali yang Allah ajarkan, yaitu pernikahan. Karena itulah Allah memerintahkan agar kita menikah. Sebab itulah yang paling tepat menurut Allah dalam memenuhi tuntutan fitrah tersebut. Tentu tidak ada bimbingan yang lebih sempurna dan membahagiakan lebih dari daripada bimbingan Allah.

Allah berfirman fankihuu, dengan kata perintah. Ini menunjukan pentingnya hakikat pernikahan bagi manusia. Jika membahayakan, tidak mungkin Allah perintahkan. Malah yang Allah larang adalah perzinaan. Walaa taqrabuzzina, dan janganlah kamu mendekati zina (Al-Israa: 32). Ini menegaskan bahwa setiap yang mendekatkan kepada perzinaan adalah haram, apalagi melakukannya. Mengapa? Sebab Allah menginginkan agar manusia hidup bahagia, aman, dan sentosa sesuai dengan fitrahnya.

Mendekati zina dengan cara apapun, adalah proses penggerogotan terhadap fitrah. Dan sudah terbukti bahwa pergaulan bebas telah melahirkan banyak bencana. Tidak saja pada hancurnya harga diri sebagai manusia, melainkan juga hancurnya kemanusiaan itu sendiri. Tidak jarang kasus seorang ibu yang membuang janinnya ke selokan, ke tong sampah, bahkan dengan sengaja membunuhnya, hanya karena merasa malu menggendong anaknya dari hasil zina.

Perhatikan bagaimanan akibat yang harus diterima ketika institusi pernikahan sebagai fitrah diabaikan. Bisa dibayangkan apa akibat yang akan terjadi jika semua manusia melakukan cara yang sama. Ustadz Fuad Shaleh dalam bukunya liman yuridduz zawaj mengatakan, “Orang yang hidup melajang biasanya sering tidak normal: baik cara berpikir, impian, dan sikapnya. Ia mudah terpedaya oleh syetan, lebih dari mereka yang telah menikah.”

Menikah Itu Ibadah

Dalam surat Ar-Rum: 21, Allah menyebutkan pentingnya mempertahankan hakikat pernikahan dengan sederet bukti-bukti kekuasaan-Nya di alam semesta. Ini menunjukkan bahwa dengan menikah kita telah menegakkan satu sisi dari bukti kekusaan Allah swt. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah saw. lebih menguatkan makna pernikahan sebagai ibadah, “Bila seorang menikah berarti ia telah melengkapi separuh dari agamanya, maka hendaknya ia bertakwa kepada Allah pada paruh yang tersisa.” (HR. Baihaqi, hadits Hasan)

Belum lagi dari sisi ibadah sosial. Dimana sebelum menikah kita lebih sibuk dengan dirinya, tapi setelah menikah kita bisa saling melengkapi, mendidik istri dan anak. Semua itu merupakan lapangan pahala yang tak terhingga. Bahkan dengan menikah, seseorang akan lebih terjaga moralnya dari hal-hal yang mendekati perzinaan. Alquran menyebut orang yang telah menikah dengan istilah muhshan atau muhshanah (orang yang terbentengi). Istilah ini sangat kuat dan menggambarkan bahwa kepribadian orang yang telah menikah lebih terjaga dari dosa daripada mereka yang belum menikah.

Bila ternyata pernikahan menunjukkan bukti kekuasan Allah, membantu tercapainya sifat takwa. dan menjaga diri dari tindakan amoral, maka tidak bisa dipungkiri bahwa pernikahan merupakan salah satu ibadah yang tidak kalah pahalanya dengan ibadah-ibadah lainnya. Jika ternyata Anda setiap hari bisa menegakkan ibadah shalat, dengan tenang tanpa merasa terbebani, mengapa Anda merasa berat dan selalu menunda untuk menegakkan ibadah pernikahan, wong ini ibadah dan itupun juga ibadah.

Pernikahan dan Penghasilan

Seringkali saya mendapatkan seorang jejaka yang sudah tiba waktu menikah, jika ditanya mengapa tidak menikah, ia menjawab belum mempunyai penghasilan yang cukup. Padahal waktu itu ia sudah bekerja. Bahkan ia mampu membeli motor dan HP. Tidak sedikit dari mereka yang mempunyai mobil. Setiap hari ia harus memengeluarkan biaya yang cukup besar dari penggunakan HP, motor, dan mobil tersebut. Bila setiap orang berpikir demikian apa yang akan terjadi pada kehidupan manusia?

Saya belum pernah menemukan sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. melarang seorang sahabatnya yang ingin menikah karena tidak punya penghasilan. Bahkan dalam beberapa riwayat yang pernah saya baca, Rasulullah saw. bila didatangi seorang sahabatnya yang ingin menikah, ia tidak menanyakan berapa penghasilan yang diperoleh perbulan, melainkan apa yang ia punya untuk dijadikan mahar. Mungkin ia mempunyai cincin besi? Jika tidak, mungkin ada pakaiannya yang lebih? Jika tidak, malah ada yang hanya diajarkan agar membayar maharnya dengan menghafal sebagian surat Alquran.

Apa yang tergambar dari kenyatan tersebut adalah bahwa Rasulullah saw. tidak ingin menjadikan pernikahan sebagai masalah, melainkan sebagai pemecah persoalan. Bahwa pernikahan bukan sebuah beban, melainkan tuntutan fitrah yang harus dipenuhi. Seperti kebutuhan Anda terhadap makan, manusia juga butuh untuk menikah. Memang ada sebagian ulama yang tidak menikah sampai akhir hayatnya seperti yang terkumpul dalam buku Al-ulamaul uzzab alladziina aatsarul ilma ‘alaz zawaj. Tetapi, itu bukan untuk diikuti semua orang. Itu adalah perkecualian. Sebab, Rasulullah saw. pernah melarang seorang sahabatanya yang ingin hanya beribadah tanpa menikah, lalu menegaskan bahwa ia juga beribadah tetapi ia juga menikah. Di sini jelas sekali bagaimana Rasulullah saw. selalu menuntun kita agar berjalan dengan fitrah yang telah Allah bekalkan tanpa merasakan beban sedikit pun.

Memang masalah penghasilan hampir selalu menghantui setiap para jejaka muda maupun tua dalam memasuki wilayah pernikahan. Sebab yang terbayang bagi mereka ketika menikah adalah keharusan membangun rumah, memiliki kendaraan, mendidik anak, dan seterusnya di mana itu semua menuntut biaya yang tidak sedikit. Tetapi kenyataannya telah terbukti dalam sejarah hidup manusia sejak ratusan tahun yang lalu bahwa banyak dari mereka yang menikah sambil mencari nafkah. Artinya, tidak dengan memapankan diri secara ekonomi terlebih dahulu. Dan ternyata mereka bisa hidup dan beranak-pinak. Dengan demikian kemapanan ekonomi bukan persyaratan utama bagi sesorang untuk memasuki dunia pernikahan.

Mengapa? Sebab, ada pintu-pintu rezeki yang Allah sediakan setelah pernikahan. Artinya, untuk meraih jatah rezki tersebut pintu masuknya menikah dulu. Jika tidak, rezki itu tidak akan cair. Inilah pengertian ayat iyyakunu fuqara yughnihimullahu min fadhlihi wallahu waasi’un aliim, jika mereka miskin Allah akan mampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha mengetahui (An-Nur: 32). Ini adalah jaminan langsung dari Allah, agar masalah penghasilan tidak dikaitkan dengan pernikahan. Artinya, masalah rezki satu hal dan pernikahan hal yang lain lagi.

Abu Bakar Ash-Shidiq ketika menafsirkan ayat itu berkata, “Taatilah Allah dengan menikah. Allah akan memenuhi janjinya dengan memberimu kekayaan yang cukup.” Al-Qurthubi berkata, “Ini adalah janji Allah untuk memberikan kekayaan bagi mereka yang menikah untuk mencapai ridha Allah, dan menjaga diri dari kemaksiatan.” (lihat Tafsirul Quthubi, Al Jami’ liahkamil Qur’an juz 12 hal. 160, Darul Kutubil Ilmiah, Beirut).

Rasulullah saw. pernah mendorong seorang sahabatnya dengan berkata, “Menikahlah dengan penuh keyakinan kepada Allah dan harapan akan ridhaNya, Allah pasti akan membantu dan memberkahi.” (HR. Thabarni). Dalam hadits lain disebutkan: Tiga hal yang pasti Allah bantu, di antaranya: “Orang menikah untuk menjaga diri dari kemaksiatan.” (HR. Turmudzi dan Nasa’i)

Imam Thawus pernah berkata kepada Ibrahim bin Maysarah, “Menikahlah segera, atau saya akan mengulang perkataan Umar Bin Khattab kepada Abu Zawaid: Tidak ada yang menghalangimu dari pernikahaan kecuali kelemahanmu atau perbuatan maksiat.” (lihat Siyar A’lamun Nubala’ oleh Imam Adz Dzahaby). Ini semua secara makna menguatkan pengertian ayat di atas. Di mana Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya yang bertakwa kepada Allah dengan membangun pernikahan.

Persoalannya sekarangan, mengapa banyak orang berkeluarga yang hidup melarat? Kenyataan ini mungkin membuat banyak jejaka berpikir dua kali untuk menikah. Dalam masalah nasib kita tidak bisa mengeneralisir apa yang terjadi pada sebagian orang. Sebab, masing-masing ada garis nasibnya. Kalau itu pertanyaanya, kita juga bisa bertanya: mengapa Anda bertanya demikian? Bagaimana kalau Anda melihat fakta yang lain lagi bahwa banyak orang yang tadinya melarat dan ternyata setelah menikah hidupnya lebih makmur? Dari sini bahwa pernikahan bukan hambatan, dan kemapanan penghasilan bukan sebuah persyaratan utama.

Yang paling penting adalah kesiapan mental dan kesungguhan untuk memikul tanggung jawab tersebut secara maksimal. Saya yakin bahwa setiap perbuatan ada tanggung jawabnya. Berzina pun bukan berarti setelah itu selesai dan bebas tanggungjawab. Melainkan setelah itu ia harus memikul beban berat akibat kemaksiatan dan perzinaan. Kalau tidak harus mengasuh anak zina, ia harus menanggung dosa zina. Keduanya tanggung jawab yang kalau ditimbang-timbang, tidak kalah beratnya dengan tanggung jawab pernikahan.

Bahkan tanggung jawab menikah jauh lebih ringan, karena masing-masing dari suami istri saling melengkapi dan saling menopang. Ditambah lagi bahwa masing-masing ada jatah rezekinya yang Allah sediakan. Tidak jarang seorang suami yang bisa keluar dari kesulitan ekonomi karena jatah rezeki seorang istri. Bahkan ada sebuah rumah tangga yang jatah rezekinya ditopang oleh anaknya. Perhatikan bagaimana keberkahan pernikahan yang tidak hanya saling menopang dalam mentaati Allah, melainkan juga dalam sisi ekonomi.

Pernikahan dan Menuntut Ilmu

Seorang kawan pernah mengatakan, ia ingin mencari ilmu terlebih dahulu, baru setelah itu menikah. Anehnya, ia tidak habis-habis mencari ilmu. Hampir semua universitas ia cicipi. Usianya sudah begitu lanjut. Bila ditanya kapan menikah, ia menjawab: saya belum selesai mencari ilmu.

Ada sebuah pepatah diucapkan para ulama dalam hal mencari ilmu: lau anffaqta kullaha lan tashila illa ilaa ba’dhiha, seandainya kau infakkan semua usiamu –untuk mencari ilmu–, kau tidak akan mendapatkannya kecuali hanya sebagiannya. Dunia ilmu sangat luas. Seumur hidup kita tidak akan pernah mampu menelusuri semua ilmu. Sementara menikah adalah tuntutan fitrah. Karenanya, tidak ada aturan dalam Islam agar kita mencari ilmu dulu baru setelah itu menikah.

Banyak para ulama yang menikah juga mencari ilmu. Benar, hubungan mencari ilmu di sini sangat berkait erat dengan penghasilan. Tetapi banyak sarjana yang telah menyelesaikan program studinya bahkan ada yang sudah doktor atau profesor, tetapi masih juga pengangguran dan belum mendapatkan pekerjaan. Artinya, menyelesaikan periode studi juga bukan jaminan untuk mendapatkan penghasilan. Sementara pernikahan selalu mendesak tanpa semuanya itu. Di dalam Alquran maupun Sunnah, tidak ada tuntunan keharusan menunda pernikahan demi mencari ilmu atau mencari harta. Bahkan, banyak ayat dan hadits berupa panggilan untuk segera menikah, terlepas apakah kita sedang mencari ilmu atau belum mempunyai penghasilan.

Berbagai pengalaman membuktikan bahwa menikah tidak menghalangi seorang dalam mencari ilmu. Banyak sarjana yang berhasil dalam mencari ilmu sambil menikah. Begitu juga banyak yang gagal. Artinya, semua itu tergantung kemauan orangnya. Bila ia menikah dan tetap berkemauan tinggi untuk mencari ilmu, ia akan berhasil. Sebaliknya, jika setelah menikah kemauannya mencari ilmu melemah, ia gagal. Pada intinya, pernikahan adalah bagian dari kehidupan yang harus juga mendapatkan porsinya. Perjuangan seseorang akan lebih bermakna ketika ia berjuang juga menegakkan rumah tungga yang Islami.

Rasulullah saw. telah memberikan contoh yang sangat mengagumkan dalam masalah pernikahan. Beliau menikah dengan sembilan istri. Padahal beliau secara ekonmi bukan seorang raja atau konglomerat. Tetapi semua itu Rasulullah jalani dengan tenang dan tidak membuat tugas-tugas kerasulannya terbengkalai. Suatu indikasi bahwa pernikahan bukan hal yang harus dipermasalahkan, melainkan harus dipenuhi. Artinya, seorang yang cerdas sebenarnya tidak perlu didorong untuk menikah, sebab Allah telah menciptakan gelora fitrah yang luar biasa dalam dirinya. Dan itu tidak bisa dipungkiri. Masing-masing orang lebih tahu dari orang lain mengenai gelora ini. Dan ia sendiri yang menanggung perih dan kegelisahan gelora ini jika ia terus ditahan-tahan.

Untuk memenuhi tuntutan gelora itu, tidak mesti harus selesai study dulu. Itu bisa ia lakukan sambil berjalan. Kalaupun Anda ingin mengambil langkah seperti para ulama yang tidak menikah (uzzab) demi ilmu, silahkan saja. Tetapi apakah kualitas ilmu Anda benar-benar seperti para ulama itu? Jika tidak, Anda telah rugi dua kali: ilmu tidak maksimal, menikah juga tidak. Bila para ulama uzzab karena saking sibuknya dengan ilmu sampai tidak sempat menikah, apakah Anda telah mencapai kesibukan para ulama itu sehingga Anda tidak ada waktu untuk menikah? Dari sini jika benar-benar ingin ikut jejak ulama uzzab, yang diikuti jangan hanya tidak menikahnya, melainkan tingkat pencapaian ilmunya juga. Agar seimbang.

Kesimpulan

Sebenarnya pernikahan bukan masalah. Menikah adalah jenjang yang harus dilalui dalam kondisi apapun dan bagaimanapun. Ia adalah sunnatullah yang tidak mungkin diganti dengan cara apapun. Bila Rasulullah menganjurkan agar berpuasa, itu hanyalah solusi sementara, ketika kondisi memang benar-benar tidak memungkinkan. Tetapi dalam kondisi normal, sebenarnya tidak ada alasan yang bisa dijadikan pijakan untuk menunda pernikahan.

Agar pernikahan menjadi solusi alternatif, mari kita pindah dari pengertian “pernikahan sebagai beban” ke “pernikahan sebagai ibadah”. Seperti kita merasa senang menegakkan shalat saat tiba waktunya dan menjalankan puasa saat tiba Ramadhan, kita juga seharusnya merasa senang memasuki dunia pernikahan saat tiba waktunya dengan tanpa beban. Apapun kondisi ekonomi kita, bila keharusan menikah telah tiba “jalani saja dengan jiwa tawakkal kepada Allah”. Sudah terbukti, orang-orang bisa menikah sambil mencari nafkah. Allah tidak akan pernah membiarkan hambaNya yang berjuang di jalanNya untuk membangun rumah tangga sejati.

Perhatikan mereka yang suka berbuat maksiat atau berzina. Mereka begitu berani mengerjakan itu semua padahal perbuatan itu tidak hanya dibenci banyak manusia, melainkan lebih dari itu dibenci Allah. Bahkan Allah mengancam mereka dengan siksaan yang pedih. Melihat kenyataan ini, seharusnya kita lebih berani berlomba menegakkan pernikahan, untuk mengimbangi mereka. Terlebih Allah menjanjikan kekayaan suatu jaminan yang luar biasa bagi mereka yang bertakwa kepada-Nya dengan membangun pernikahan. Wallahu a’lam bishshawab.


http://titikbalik.wordpress.com/2007/07/13/menikah-kenapa-takut-2/