conti Ordinary Girl: 2014

Sabtu, 22 November 2014

Hambatan Psikologi & Perilaku Negatif dalam Interpersonal Online-Relation

Hambatan Psikologi dalam Interpersonal-Relation
Sejalan berkembangnya ketertarikan interpersonal dalam internet muncullah suatu relationship (hubungan) seperti pertemanan, murid-guru, kelompok, hubungan kerja, bahkan hubungan kekasih. Namun dalam berjalannya hubungan tersebut tidak sepenuhnya lancar atau aman, bahkan ada beberapa kejadian dimana suatu hubungan harus hancur karena beberapa hal yaitu :
1) Antara kedua orang tersebut kurang bahkan tidak merasakan kedekatan emosional karena tidak melihat wujud fisik dari lawan bicaranya.

2) Tidak dapat melihat komunikasi non verbal yang diberikan komunikator kepada komunikannya padahal komunikasi non verbal itu penting dalam melakukan komunikasi agar terbentuk mutual understanding antara keduanya.

3) Begitu juga dalam penggunaan internet, biaya yang dikeluarkan lebih banyak daripada berkomunikasi dengan telepon karena harus mempunyai perangkat PC atau laptop beserta dengan jaringan telepon yang disambungkan untuk mengakses internet itu sendiri, kalaupun tidak menggunakan PC atau leptop sendiri maka akan mengeluarkan biaya untuk ke warnet untuk mengakses internet. Kemudian jika menggunakan media internet dalam melakukan komunikasi bermedio maka diperlukan keahlian khusus dalam mengoperasikan komputer maupun situs-situs yang ada di internet itu sendiri.

4) Banyak kebohongan yang terdapat dalam penggunaan media terlebih media virtual karena tidak dapat melihat gerak-gerik maupun gesture yang diungkapkan dalam non verbal dari lawan bicaranya dan pesan yang disampaikan tidak dapat sepenuhnya dipertanggungjawabkan karena tidak ada bukti yang otentik.

5) Identitas Palsu
Kapasitas dunia internet yang selalu bertambah dengan berbagai macam sosial media mengakibatkan banyaknya identitas palsu. Tentunya karena adanya identitas palsu menuntut kewasadaan tinggi para pengguna internet agar tidak mudah percaya dengan teman yang baru kenal lewat internet. Dalam dunia maya, seorang netter dapat menggunakan identitas palsu seperti identitas palsu yang dirancang seseorang pada akun facebooknya, atau bisa juga orang tersebut memalsukan sebagian statusnya seperti seorang yang telah menikan memasang status single pada facebooknya untuk mencari perhatian orang lain atau memudahkannya mencapai sesuatu.

6) Kurang Terjaminnya Komitmen.
Setiap hubungan dibutuhkan adanya komitmen yang disetujui oleh kedua belah pihak, dan komitmen bersifat mengikat. Di dalam dunia maya, seseorang bisa saja berjanji dan kemudian pooof menghilang begitu saja dan melupakan semua kesepakatan seperti pada kegiatan jual beli online sering terjadi penipuan dimana korban telah menyetor uang tetapi barang tidak dikirim atau sebaliknya, dan kemudian penjual atau pembeli yang belum memenuhi janjinya itu menghilang atau tidak online lagi.

7) Kurang Berlakunya Norma dan Etika
Sudah tidak jarang bahkan untuk saat ini sudah banyak kita lihat seorang pengguna internet yang terlalu frontal dalam memberikan komentar-komentarnya atau bahkan informasi tentuang suatu hal dijejaring sosial. sering adanya komentar yang kurang baik dan saling terjadi pertentangan dan perdebatan  yang biasanya tentang SARA  itu sering terjadi dalam beberapa situs. Jika anda berkunjung ke situs (yahoo.com) dimana situs tersebut memberikan informasi tentang suatu hal mengenai suatu agama, ragam, atau suku maka anda akan menemui komentar-komentar yang diketik dengan eksplisit dimana pada komentar tersebut menjelek-jelekkan suatu RAS, baik komentar pro ataupun kontra.


 

Perilaku Negatif dalam Interpersonal Online-Relation

Selain adanya hambatan dalam terjalinnya hubungan di dunia maya, di dalamnya juga terdapat beberapa perilaku negatif seperti :

1) Cyber Cheating
Bisa dibilang perselingkuhan. Perselingkuhan yang terjadi di internet dapat terjadi ketika seseorang yang secara nyata memiliki pasangan di dunia nyata, mereka bisa memiliki pasangan juga didunia maya. Misalkan, pria beristri memiliki sebuah akun di jejaring sosial, sedangkan istrinya tidak. Tanpa sepengetahuan istrinya, si suami memasang status ‘single’ di akun jejaring sosialnya itu. Secara tidak langsung, pria beristri ini berkesempatan untuk memiliki gadis single lainnya. Mengaku jika dia belum mempunyai pasangan, sehingga terjadilah perselingkuhan dengan teman yang berada di sosial medianya. Hal tersebut dapat dikatakan dengan cyber-cheating.

2) Cyber Flirting
Merayu atau menggoda juga seringkali terjadi dalam media sosial. Cyber flirting adalah suatu hal yang umum/biasa yang terjadi di jejaring sosial bahkan game. Namun yang menjadi perilaku negatifnya adalah merayu secara berlebihan dan menggunakan bahasa yang tidak sopan dan tidak baik, apalagi jika merayu seseorang yang sudah mempunyai pasangan, maka semakin terjadilah perilaku negatif cyber flirting tersebut.

3)  Kebebasan mengakses situs-situs buruk (situs porno)
Dengan kemudahan akses dalam berinternet, banyak situs-situs yang secara sengaja atau tidak sengaja terdapat banner atau iklan yang menampilkan gambar porno. Hal ini terkadang dapat di lihat ileh netter yang berumur masi muda atau belum cukup umur yang jika pc mereka tidak di protect oleh orang tua mereka.

4)  Perilaku negatif yang menimbulkan sikap SARA
Kurang adanya norma dan etika ketika kita berkomunikasi bisa saja menimbulkan ucapan atau sikap yang nantinya akan merujuk kepada arah yang menjelekkan suku, agama, atau ras. contoh  akun akun yang berisi pro dan kotra dalam jejaring sosial.


Referensi :
http://keishafeggy.blogspot.com/2013/12/psikologi-dan-internet-dalam-lingkup_6794.html

http://salsabilasetiawan.blogspot.com/2014/01/psikologi-ketertarikan-interpersonal_2.html
http://vennababysoraya.wordpress.com/2013/11/17/tugas-6/
http://helloaicita.blogspot.com/2014/01/7-psikologi-ketertarikan-interpersonal.html
http://deathneverlost.wordpress.com/2012/11/18/psikologi-dan-internet-dalam-lingkup-interpersonal/



No
NPM
Nama
Kinerja

1

10513776

Amar Ma’ruf Hadyan M

Mencari materi mengenai keterbatasan saat melakukan interpersonal online-relation.


2

11513863

Chairunnisa

Merangkum, menambahkan, mengedit, dan merapihkan tulisan.


3

11513903

M.Fajar Gunawan

Mencari materi mengenai keterbatasan saat melakukan interpersonal online-relation.

4

17513576

Rianggo Fakhruzzaman

Mencari materi mengenai keterbatasan saat melakukan interpersonal online-relation. 

5

18513562

Siti Luthfiyatul Barry

Mencari materi mengenai perilaku negatif dalam interpersonal online-relation.


6

19513919

Yosepine Damanik

Mencari materi mengenai perilaku negatif dalam interpersonal online-relation.

Kamis, 30 Oktober 2014

Peran Sosial Individu




No
NPM
Nama
Kinerja

1

10513776

Amar Ma’ruf Hadyan M

Mencari materi mengenai peran sosial individu

2

11513863

Chairunnisa

Mencari materi faktor - faktor yang mempengaruhi Perilaku Prososial

3

11513903

M.Fajar Gunawan

]Mencari materi mengenai peran sosial Individu dalam internet berkaitan dengan Prososial.

4

17513576

Rianggo Fakhruzzaman

Mencari definisi perilaku prososial.

5

18513562

Siti Luthfiyatul Barry

Mencari materi mengenai peran sosial individu.

6

19513919

Yosepine Damanik

Mencari pengertian prososial Menurut para Tokoh.



 Psikologi dan Internet dalam Lingkup Intrapersonal
( Peran Sosial Individu )

Teori peran adalah sebuah sudut pandang dalam sosiologi dan psikologi sosial yang menganggap sebagian besar aktivitas harian diperankan oleh kategori-kategori yang ditetapkan secara sosial (misalnya ibu, manajer, guru). Setiap peran sosial adalah serangkaian hak, kewajiban, harapan, norma, dan perilaku seseorang yang harus dihadapi dan dipenuhi. Model ini didasarkan pada pengamatan bahwa orang-orang bertindak dengan cara yang dapat diprediksikan, dan bahwa kelakuan seseorang bergantung pada konteksnya, berdasarkan posisi sosial dan faktor-faktor lain.

Peranan sosial merupakan aspek yang timbul dari status/kedudukan. pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang sesuai dengan status sosialnya.Peranan adalah perilaku yang diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan kewajiban sesuai dengan status yang dimilikinya. Status dan peranan tidak dapat dipisahkan karena peranan selalu melekat sesuai dengan status yang diembannya. Tidak ada peran tanpa status sosial atau sebaliknya. Peran sosial bersifat dinamis sedangkan status sosial bersifat statis. Dalam masyarakat, peran dianggap sangat penting karena peran mengatur perilaku seseorang berdasarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian pola peran sama dengan pola perilaku.

 Pola peran dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga macam, berikut ini.
a.   Peran ideal, yaitu peran yang diharapkan masyarakat terhadap status-status tertentu. Misalnya peran ideal seorang siswa adalah rajin belajar, sopan-santun, dan pandai.

b.   Peran yang diinginkan yaitu peran yang dianggap oleh diri sendiri. Misalnya seorang ibu tidak ingin berperan sebagai kakak bagi anak perempuannya yang menginjak remaja.

c.   Peran yang dikerjakan yaitu peran yang dilakukan individu sesuai dengan kenyataannya. Misalnya seorang bapak berperan sebagai kepala keluarga.

Di dalam masyarakat banyak individu yang memiliki lebih dari satu peran yang berbeda-beda. Kondisi ini dapat berakibat dinamis bagi peran sosial, namun dapat pula menimbulkan konflik, ketegangan, kegagalan, dan kesenjangan dalam berperan. Konflik peran sosial timbul jika orang harus memilih peran dari dua status atau lebih yang dimilikinya pada saat bersamaan.

Contohnya seorang guru yang juga seorang ibu rumah tangga, pada saat putrinya sakit. Pada waktu yang bersamaan ia harus memilih antara mengajar atau membawa putrinya ke dokter. Pada saat ia memutuskan mengantar putrinya ke dokter, dalam dirinya terjadi konflik karena pada saat yang sama tidak bisa menjalankan peran sebagai guru.

Dalam kehidupan sehari-hari, peranan menjadi penting karena berfungsi untuk mengatur perilaku seseorang. Pada beberapa kasus, peranana menyebabkan seseorang dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. Orang  yang bersangkutan akan dapat menyesuaikan perilakunya dengan perilaku orang disekitarnya.

Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau satatus, peranan adalah perilaku yang diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanankan hak dan kewajiban sesuai dengan status dan peranan tidak dapat dipisahkan karena tidak ada peranan tanpa status dan tidak ada status peranan.

Interaksi social yang ada dalam masyarakat merupakan hubugan antara peranan-peranan individu masyarakat. Ada 3 hal yang tercakup dalam peranan. Ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut :
1.peranan meliputu norma-norma yang berhubungan dengan posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat.
2.peranan merupan suatu konsep tentangapa yang dapat dilakukan oleh individu dlam masyarakat sebagai organisasi.
3.peranan merupakan perilaku individu yang penting bagi struktur social masyarakat.

Selama seperti status, peranan dapat dimiliki manusia sejak ia dilahirkan atau diperolehnya dari lingkungan sosialnya. Peran-peran tesebut harus dilaksanakan sekaligus. Disinilah akan terjadi konflik peranan. Contohnya, sebagai ketua PKK, ibu hermin harus menghadiri rapat, namun pada saat yang sama, ia harus mengantar anaknya kerumah sakit. 


Definisi perilaku prososial
Perilaku prososial merupakan tindakan bertujuan untuk kepentingan orang lain (Kassin, Fein & Markus, 2011). Lebih lanjut, perilaku prososial merupakan semua jenis tindakan yang dimaksudkan untuk memberikan manfaat bagi orang lain selain diri sendiri, seperti bekerja sama, berbagi, dan menghibur (Batson, dalam Sanderson, 2011). Prososial diartikan sebagai sosial positif, sehingga perilaku prososial merupakan perilaku yang mempunyai akibat atau konsekuensi yang positif bagi orang lain, sehingga ketika seseorang melakukan bantuan terhadap orang lain, prososial memiliki arti sebagai sosial positif atau mempunyai konsekuensi positif (Fetchenhauer, dkk, 2006). Sosial positif ini didasarkan atas nilai-nilai positif yang ada di masyarakat dan biasanya di tuntut untuk dilakukan (Staub, dalam Ma, Li, & Pow, 2011).


Pengertian Prososial Menurut para Tokoh.
Menurut O. Sears. Peplau, dan Taylor pengertian perilaku prososial mencakup kategori yang lebih luas, segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong.

Pengertian perilaku prososial adalah segala bentuk tindakan positif yang diberikan pada orang lain tanpa keinginan untuk memperoleh imbalan untuk kepentingan diri sendiri (Edwin P Holiander).

Perilaku prososial ialah tindakan sukarela yang dilakukan sesorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apa pun atau perasaan telah melakukan kebaikan (David O.Sears. dkk, 1991).

Robert A. Baron dan Donn Byrne (2004) mengungkapkan bahwa perilaku prososial dapat didefinisikan sebagai perilaku yang memiliki konsekuensi positif orang lain. Myers. Mengatakan bahwa perilaku adalah kepedulian dan pertolongan pada orang lain yang dilakukan secara suka rela dan tidak mengharapkan imbalan apapun.

Prososial bisa terjadi karena ada nya Empati, Norma sosial dan Perkembangan Kognisi seseorang dimana perilaku menolong lebih didasarkan, kepada pertimbangan hasil.Semakin dewasa anak itu semakin tinggi kemampuannya untuik berfikir abstrak, semakin mampu ia untuk mempertimbangkan usaha atau biaya yang harus ia korbankan. Untuk perilaku menolong itu jika seseorang merasa mampu, maka ia cenderung menolong jika seseorang merasa tidak mempu maka seseorang cenderung utuk tidak menolong.


Peran sosial Individu dalam internet berkaitan dengan Prososial
Jejaring sosial merupakan ilmu yang mempelajari mengenai pola interaksi dalam masyarakat. Menurut definisi oleh Wasserman dan Faust (1994) jejaring sosial dapat dipandang sebagai sistem hubungan sosial ditandai dengan serangkaian actor dan ties dalam sosial mereka. Secara umum actor mengacu kepada perorangan, organisasi, industri, atau bahkan suatu negara. Actor juga didefinisikan sebagai social entities, dapat berupa individu maupun kolektif dalam unit sosial dihubungkan dengan garis konektivitas (ties). Garis konektivitas membentuk jaringan sosial secara langsung dan tidak langsung, hal tersebut berdasarkan konfirmasi dari hubungan oleh para actor (Cross & Parker, 2004). Tiesdidasarkan pada percakapan, kasih sayang, persahabatan, kekerabatan, otoritas, pertukaran informasi, atau hal lain yang membentuk dasar dari sebuah hubungan sosial (Newman, 2004). Kuat lemahnya ties dalam suatu jejaring sosial oleh Granovetter (dalam Carolan & Natriello, 2006) dipengaruhi oleh 4 kriteria sebagai berikut ;
1. Durasi
2. Intensitas emosional
3. Keintiman
4. Pertukaran layanan atau bantuan

Jejaring sosial menunjukan bagaimana hubungan individu menghubungkan orang-orang , kelompok atau organisasi dalam menghasilkan peluang serta konteks untuk perilaku manusia, dan berguna dalam memvisualisasikan pola dalam interaksi sosial (Scott, 2000). Dalam jaringan sosial,interaksi mengacu pada suatu jenis hubungan, yang diwujudkan oleh berbagai jenis bentuk hubungan sosial, baik positif maupun negatif, seperti persahabatan, kerjasama, kepercayaan, atau bahkan konflik dan pertentangan (Carrington, Scott & Wasserman, 2005). Christakis dan Fowler (2010) berpendapat bahwa, jikaseseorang yang tidak pernah bersikap murah hati atau bersikap altruistik terhadap teman dalam ikatan jejaring sosial, seperti tidak pernah berbalas budi atau, lebih buruk, selalu melakukan kekerasan terhadap satu sama lain, ikatan sosial yang dimilikinya akan terputus dan jaringan pertemanan akan hancur.

Perilaku prososial dapat mengurangi perilaku antisosial, yang secara sederhana, digambarkan sebagai perilaku yang tidak diinginkan dalam lingkungan sosial merupakan lawan dari perilaku prososial (Millon, dkk, dalam Millie 2009). Bisa dikatakan bahwa perilaku prososial dan antisosial sangat berkaitan. Perilaku antisosial lebih mengarah menentang pada norma norma yang berlaku pada masayrakat (Connor, 2002)


Faktor - faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial
Menurut Sears, dkk. (1985) faktor penentu perilaku prososial yang spesifik antara lain :
1. Karakteristik situasi.
Perilaku prososial dapat dipengaruhi faktor-faktor situasional seperti kehadiran orang lain (bystander effect), sifat lingkungan fisik seperti cuaca, ukuran kota dan derajat kebisingan serta tekanan keterbatasan waktu.

2. Karakteristik penolong.
Karakteristik penolong yang mempengaruhi perilaku prososial antara lain suasana hati, rasa bersalah, distress diri dan rasa empatik. Distress diri adalah reaksi pribadi seperti perasaan terkejut, takut, cemas, prihatin, tidak berdaya, atau perasaan apapun yang dialami terhadap penderitaan orang lain, sedangkan rasa empatik adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain. Kaitan antara kepribadian dan pemberian bantuan tergantung pada sifat tertentu yang dibahas dan jenis bantuan tertentu yang dibutuhkan.

3. Karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan.
Seseorang cenderung menolong orang yang disukai dan anggap pantas untuk ditolong. Menurut Staub (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) terdapat beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial yaitu : 
  • Self Gain, yaitu harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapat pengakuan, pujian atau takut dikucilkan. 
  • Personal Values and Performs, yaitu adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisaikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik. 
  • Emphaty, kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Prasyarat untuk melakukan empati, individu harus memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan peran.

Selain faktor-faktor tersebut, para ahli mengelompokkan faktor yang mempengaruhi perilaku prososial menjadi faktor situasional dan faktor personal (Dayakisni & Hudaniah, 2003). Faktor-faktor situasional yang berpengaruh dalam perilaku prososial antara lain kehadiran orang lain, pengorbanan yang harus dikeluarkan, pengalaman dan suasana hati, kejelasan stimulus, adanya norma-norma sosial, serta hubungan antara calon penolong dengan si korban. Faktor personal yang mendorong perilaku prososial antara lain empati yang tinggi, harga diri yang tinggi, kebutuhan akan persetujuan orang lain yang rendah, penghindaran tanggung jawab yang rendah, lokus kendali internal serta adanya keyakinan dalam diri individu bahwa dunia adalah adil dan dapat diprediksi bahwa perilaku yang baik akan memperoleh ganjaran sedang perilaku jahat akan memperoleh hukuman.

Di lain pihak Eisenberg & Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) menemukan bahwa anak yang lebih ekspresif khususnya pada perasaan yang positif lebih cenderung prososial dan spontan dalam melakukan tindakan prososial baik di kelas ataupun di lain situasi. Demikian juga sosiabilitas dan kesukaan berteman juga ditemukan berkorelasi dengan tindakan prososial. 

Baron & Byrne (2003) menyatakan bahwa terdapat faktor situasional maupun faktor personal yang mendukung atau menghambat tingkah laku menolong. 

Faktor- faktor situasional tersebut antara lain :
  1. Daya tarik
Daya tarik korban (fisik maupun ke miripan dengan penolong) cenderung meningkatkan kemungkian terjadinya respon prososial apabila individu tersebut membutukan pertolongan.
  1. Atribusi
Individu cenderung dapat menahanperilaku prososial jika kondisi korban diatribusikan sebagai akibat dari kesalahannya sendiri.
  1. Model-model prososial
Model-model prososial dapat diperoleh dari model sosial yang kuat dari bystander lain, maupun model-model dalam media.


Faktor-faktor yang termasuk sebagai faktor personal antara lain :
  1. Keadaan emosional bystander.
    Individu yang berada dalam kondisi emosional yang buruk dapat menjadi kurang prososial karena merasa kondisinya tidak lebih baik dari orang lain.
  1. Empati.
    Empati merupakan kemampuan individu untuk dapat merasakan perasaan atau pengalaman orang lain.
  1. Faktor kepribadian lain seperti kebutuhan akan persetujuan, kepercayaan interpersonal, rasa kenyamanan, motivasi prestasi, kemampuan sosial dan keadaan emosional serta machiavellianis atau orang-orang yang dikarakteristikkan oleh ketidakpercayaan, sinisme, egosentris dan kecenderungan untuk memanipulasi orang lain. Penelitian pada anak menunjukkan bahwa kecenderungan prososial dapat menjadi bagian dari skema diri dan kemudian diaplikasikan pada situasi spesifik dimana pertolongan dibutuhkan.

Dari uraian-uraian di atas dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial terdiri dari faktor situasional dan faktor personal. Faktor situasional antara lain kehadiran orang lain (bystander effect), sifat lingkungan fisik seperti cuaca, ukuran kota dan derajat kebisingan, lingkungan sosial, serta model-model prososial. Sedangkan yang termasuk faktor personal umumnya berkaitan dengan kondisi psikologis seseorang.


Referensi :

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_peran 
eprints.uns.ac.id/7073/1/213751011201101201.pdf