conti Ordinary Girl: Ilmu Budaya Dasar

Minggu, 29 September 2013

Ilmu Budaya Dasar

Nama : Chairunnisa
Kelas : 1PA02
NPM : 11513863


Ilmu Budaya Dasar

Ilmu budaya dasar adalah ilmu yang mempelajari dasar-dasar kebudayaan yang memiliki nilai-nilai yang bersifat positif dalam kehidupan bermasyarakat.

 
Manusia dan Hakekat Manusia

    Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia menciptakan kebudayaan yang berbeda-beda disetiap kalangannya, dan melestarikannya secara turun temurun. Manusia disebut sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna karena manusia mempunyai akal budi yang diberikan oleh Tuhan agar mampu membedakan mana yang benar dan mana yang tidak benar, juga mampu untuk berkarya di muka bumi ini dan secara hakikatnya menjadi pemimpin di muka bumi ini. Selain itu, manusia juga disebut sebagai “makhluk sosial” yaitu dimana manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan hidup berdampingan antara individu satu dengan individu yang lain. Bukti paling kongkrit yaitu manusia memiliki kemampuan intelegesi dan daya nalar sehingga manusia mampu berifikir, berbuat, dan bertindak untuk membuat perubahan dengan maksud pengembangan sebagai manusia yang utuh. Kemampuan seperti itulah yang tidak dimiliki oleh makhluk Tuhan lainnya. Dalam kaitannya dengan perkembangan individu, manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui suatu proses alami menuju kedewasaan baik itu bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Oleh sebab itu manusia memerlukan Pendidikan demi mendapatkan perkembangan yang optimal sebagai manusia.

   Pada dasarnya ada dua pokok persoalan tentang hakikat manusia. Pertama, telaah tentang manusia atau hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan di muka bumi ini. Kedua, telaah tentang sifat manusia dan karakteristik yang menjadi ciri khususnya serta hubungannya dengan fitrah manusia.

    Manusia dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.

    Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.

    Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua. Selain itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama (penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai XYZ), hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri, keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya.

 Ragam pemahaman tentang hakikat manusia, sbb:
  • HOMO RELIGIUS    : Pandangan tentang sosok manusia dan hakikat manusia sebagai makhluk yang beragam.
  • HOMO SAPIENS    : Pemahaman hakikat manusia sebagai makhluk yang bijaksana dan dapat berfikir atau sebagai animal rationale. 
  •  HOMO FABER : Pemahaman hakikat manusia sebagai makhluk yang berpiranti (perkakas).
  • HOMO HOMINI SOCIUS    : Kendati manusia sebagai makhluk individu, makhluk yang memiliki jati diri, yang memiliki ciri pembeda antara yang satu dengan yang lainnya, namun pada saat yang bersamaan manusia juga sebagai kawan sosial bagi manusia lainnya.
Manusia sebagai makhluk etis dan estetis: Hakikat manusia pada dasarnya adalah sebagai makhluk yang memiliki kesadaran susila (etika) dalam arti ia dapat memahami norma-norma sosial dan mampu berbuat sesuai dengan norma dan kaidah etika yang diyakininya.

Hakikat manusia menurut pendapat saya adalah mahluk ciptaan tuhan yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai suatu kesatuan dan juga mahluk tuhan yang paling sempurna di bandingkan mahluk tuhan yang lainnya. karena pada dasarnya manusia diberi akal,perasaan, dan kehendak yang terdapat di dalam jiwa manusia.


Beberapa Definisi Manusia :
1.  Manusia adalah makhluk utama, yaitu diantara semua makhluk natural dan supranatural, manusia mempunyai jiwa bebas dan hakikat hakikat yang mulia.

2.  Manusia adalah kemauan bebas. Inilah kekuatannya yang luar biasa dan tidak dapat dijelaskan : kemauan dalam arti bahwa kemanusiaan telah masuk ke dalam rantai kausalitas sebagai sumber utama yg bebas – kepadanya dunia alam –world of nature–, sejarah dan masyarakat sepenuhnya bergantung, serta terus menerus melakukan campur tangan pada dan bertindak atas rangkaian deterministis ini. Dua determinasi eksistensial, kebebasan dan pilihan, telah memberinya suatu kualitas seperti Tuhan

3.  Manusia adalah makhluk yg sadar. Ini adalah kualitasnya yg paling menonjol; Kesadaran dalam arti bahwa melalui daya refleksi yag menakjubkan, ia memahami aktualitas dunia eksternal, menyingkap rahasia yang tersembunyi dari pengamatan, dan mampu menganalisa masing-masing realita dan peristiwa. Ia tidak tetap tinggal pada permukaan serba-indera dan akibat saja, tetapi mengamati apa yang ada di luar penginderaan dan menyimpulkan penyebab dari akibat. Dengan demikian ia melewati batas penginderaannya dan memperpanjang ikatan waktunya sampai ke masa lampau dan masa mendatang, ke dalam waktu yang tidak dihadirinya secara objektif. Ia mendapat pegangan yang benar, luas dan dalam atas lingkungannya sendiri. Kesadaran adalah suatu zat yang lebih mulia daripada eksistensi.

4.  Manusia adalah makhluk yang sadar diri. Ini berarti bahwa ia adalah satu-satunya makhluk hidup yang mempunyai pengetahuan atas kehadirannya sendiri ; ia mampu mempelajari, manganalisis, mengetahui dan menilai dirinya.

5.   Manusia adalah makhluk kreatif. Aspek kreatif tingkah lakunya ini memisahkan dirinya secara keseluruhan dari alam, dan menempatkannya di samping Tuhan. Hal ini menyebabkan manusia memiliki kekuatan ajaib-semu –quasi-miracolous– yang memberinya kemampuan untuk melewati parameter alami dari eksistensi dirinya, memberinya perluasan dan kedalaman eksistensial yg tak terbatas, dan menempatkannya pada suatu posisi untuk menikmati apa yang belum diberikan alam.

6.  Manusia adalah makhluk idealis, pemuja yg ideal. Dengan ini berarti ia tidak pernah puas dengan apa yang ada, tetapi berjuang untuk mengubahnya menjadi apa yang seharusnya. Idealisme adalah faktor utama dalam pergerakan dan evolusi manusia. Idealisme tidak memberikan kesempatan untuk puas di dalam pagar-pagar kokoh realita yang ada. Kekuatan inilah yang selalu memaksa manusia untuk merenung, menemukan, menyelidiki, mewujudkan, membuat dan mencipta dalam alam jasmaniah dan rohaniah.

7.  Manusia adalah makhluk moral. Disinilah timbul pertanyaan penting mengenai nilai. Nilai terdiri dari ikatan yang ada antara manusia dan setiap gejala, perilaku, perbuatan atau dimana suatu motif yang lebih tinggi daripada motif manfaat timbul. Ikatan ini mungkin dapat disebut ikatan suci, karena ia dihormati dan dipuja begitu rupa sehingga orang merasa rela untuk membaktikan atau mengorbankan kehidupan mereka demi ikatan ini.

8.  Manusia adalah makhluk utama dalam dunia alami, mempunyai esensi uniknya sendiri, dan sebagai suatu penciptaan atau sebagai suatu gejala yg bersifat istimewa dan mulia. Ia memiliki kemauan, ikut campur dalam alam yang independen, memiliki kekuatan untuk memilih dan mempunyai andil dalam menciptakan gaya hidup melawan kehidupan alami. Kekuatan ini memberinya suatu keterlibatan dan tanggung jawab yang tidak akan punya arti kalau tidak dinyatakan dengan mengacu pada sistem nilai.


Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
1.  Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

2.  Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.

3.  Yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.

4.  Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.

5.  Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain    dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati

6.  Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas

7.  Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.

8.  Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan    martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.

Perkembangan merupakan suatu proses sosialisasi dalam bentuk irnitasi yang berlangsung dengan adaptasi (penyesuaian) dan seleksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah keturunan, lingkungan, dan manusia itu sendiri.


Kebudayaan dan Hakekat Kebudayaan
    Kata budaya merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang berasal dari Bahasa Sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan kata culturur. Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Kebudayaan mencakup aturan yang didalamnya terdapat kewajiban, dan kebudayaan pasti dibutuhkan oleh manusia serta diwujudkan dalam tingkah laku. Semua orang memiliki kebudayaannya masing-masing dan berbeda-beda.

    Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

    Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.

    Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

    Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

    Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

    Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

    Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.


Hakekat Kebudayaan
    Definisi penting yang pertama tentang kebudayaan diberikan oleh Ahli Antropologi Inggris Sir Edward B. Tylor dalam tahun 1871. Tylor mendefinisikan kebudayaan sebagai "kompleks keseluruhan, yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan semua kemampuan dan kebiasaan lain, yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat." Definisi-definisi yang baru cenderung lebih mementingkan nilai-nilai dan kepercayaan yang abstrak, yang terdapat di belakang perilaku yang dapat diamati daripada perilaku itu sendiri.

  Didalam semua kebudayaan terdapat sejumlah karakteristik tertentu yang menjadi milik bersama. Studi tentang karakteristik itu dapat memberi pengertian tentang sifat dan fungsi kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan adalah milik bersama yang berupa cita-cita, nilai, dan norma-norma perilaku. Tidak mungkin ada kebudayaan tanpa ada masyarakat: yaitu sekelompok orang yang mendiami suatu daerah tertentu, yang saling bergantung satu sama lain dalam perjuangan hidup. Masyarakat terikat oleh hubungan-hubungan, yang ditentukan oleh struktur sosial dan organisasi sosial. Kebudayaan tidak mungkin tanpa masyarakat, meskipun mungkin ada masyarakat tanpa kebudayaan. Kebudayaan tidak semuanya serba seragam. Di dalam setiap masyarakat manusia pasti terdapat perbedaan antara peran pria dan wanita; juga variasi berdasarkan umur; dan terdapat juga kebudayaan yang memiliki sejumlah kebudayaan khusus. Kebudayaan khusus adalah suatu kelompok yang berfungsi didalam kerangka umum kebudayaan yang lebih besar, sambil menaati seperangkat peraturan yang sedikit berbeda dengan yang baku. Masyarakat majemuk adalah masyarakat dimana variasi kebudayaan khusus tampak dengan jelas. Karakteristiknya berupa kelompok-kelompok yang masing-masing berjalan menurut perangkat peraturannya yang berbeda-beda. Kebudayaan khusus di Amerika Serikat dapat dilihat pada orang Amish.

    Karakteristik dasar kedua dari semua kebudayaan adalah bahwa kebudayaan merupakan hasil belajar. Secara individual anggota masyarakat mempelajari norma-norma perilaku sosial yang diterima di dalam masyarakat melalui proses enkulturasi.

    Karakteristik ketiga adalah bahwa kebudayaan didasarkan pada sejumlah lambang. Kebudayaan diteruskan melalui komunikasi gagasan, emosi, dan keinginan yang diekspresikan dalam bahasa.

    Akhirnya, kebudayaan adalah terpadu, sehingga semua aspek kebudayaan berfungsi sebagai kesatuan yang integral. Akan tetapi, dalam kebudayaan yang berfungsi baik tidak dituntut harmoni seratus persen diantara semua unsurnya.

Tugas seorang ahli antropologi adalah mengabstraksikan seperangkat peraturan dari apa yang diamatinya untuk menerangkan perilaku sosial orang. Agar dapat membuat paparan yang realistis tentang kebudayaan, bebas dari prasangka pribadi dan prasangka budaya, ahli antropologi harus:
1.    Mempelajari pengertian anggota tentang bagaimana masyarakat seharusnya berjalan
2.    Menentukan bagaimana seseorang berperilaku menurut pendapatnya sendiri
3.    Memaparkan bagaimana perilaku orang secara nyata

    Dalam perjalanan evolusinya, adaptasi kultural telah memberi peluang kepada manusia untuk bertahan hidup dan memencar ke berbagai lingkungan. Akan tetapi, kadang-kadang apa yang adaptif dalam situasi keadaan yang satu, atau dalam jangka pendek tidak cocok dalam situasi keadaan yang lain, atau dalam jangka panjang. Agar lestari, kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis yang pokok para anggotanya, memelihara kelangsungannya, dan memelihara tata tertib di antara para anggotanya dan di antara anggotanya dengan orang luar.

    Semua kebudayaan berubah dalam perjalanan waktu, kadang-kadang sebagai akibat masuknya orang luar atau karena nilai-nilai di dalam kebudayaan telah mengalami modifikasi. Kadang-kadang akibat yang tidak terduga berupa digerogotinya seluruh struktur sosial. Masyarakat harus menciptakan keseimbangan antara kepentingan pribadi individu dan kebutuhan kelompok. Kalau salah satu menjadi dominan, akibatnya mungkin berupa hancurnya kebudayaan.

    Pertanyaan yang berulang-ulang dikemukakan oleh orang yang bukan ahli antropologi ialah, kebudayaan mana yang paling baik? Etnosentrisme ialah tendensi untuk menganggap kebudayaannya sendiri lebih baik daripada kebudayaan semua orang lain. Salah satu konsep yang digunakan oleh para ahli antropologi untuk melawan etnosentrisme adalah relativisme kebudayaan, yang berarti mempelajari kebudayaan menurut sifat-sifatnya sendiri, sesuai dengan norma-normanya sendiri. Baik pendekatan etnosentri maupun relativisme kebudayaan menggunakan ukuran-ukuran subyektif. Agar sampai tingkat tertentu dapat mencapai obyektivitas, ahli antropologi harus menggunakan kriteria yang berasal dari ilmu pengetahuan dan mempelajari kebudayaan berdasarkan suksesnya bertahan hidup.


Hakekat Manusia dan Kebudayaan
    Dalam kehidupan ini setiap manusia baik dalam keluarga, organisasi, maupun dalam masyarakat pasti mempunyai budaya-budaya sendiri yang telah tertanam dalam diri mereka masing-masing dan berbeda menurut asal daerah mereka dibesarkan sebelumnya. Beraneka ragamnya ras manusia, perbedaan tempat, dan banyaknya perbedaan keyakinan pada manusia, mengakibatkan munculnya beraneka ragam kebudayaan yang dibawa oleh masing-masing manusia. Sebelum membahas tentang hubungan manusia dan kebudayaan alangkah baiknya jika tahu terlebih dahulu apa hakekat manusia dan kebudayaan sendiri bagi manusia.

    Manusia pada hakekatnya mempunyai makna yaitu manusia dalam kehidupannya itu tidak akan pernah bisa hidup tanpa bantuan dari manusia lain, hal atau kesadaran seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh setiap manusia agar pada setiap individu tidak seorang pun pada dirinya merasa “paling”, misalnya paling cantik,paling kaya, paling kuat, atau yang semisal itu. Semua manusia di dunia ini pada dasarnya sama mereka menginginkan kebaikan, kebagusan, keindahan pada diri mereka masing-masing. Tapi, perbedaan lingkungan, pergaulan, serta pendidikan semua itu membuat berbagai perbedaan mendasar pada pembentukan pribadi bagi setiap individu manusia.

    Antara manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hampir semua tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses internalisasi, sosialisasi dan enkulturasi.

    Selanjutnya hubungan antara manusia dengan kebudayaan juga dapat dilihat dari kedudukan manusia tersebut terhadap kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan yaitu, sebagai:
1.    Penganut kebudayaan,
2.    Pembawa kebudayaan,
3.    Manipulator kebudayaan,
4.    Pencipta kebudayaan.

    Pembentukan kebudayaan dikarenakan manusia dihadapkan pada persoalan yang meminta pemecahan dan penyelesaian. Dalam rangka survive maka manusia harus mampu memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya sehingga manusia melakukan berbagai cara. Hal yang dilakukan oleh manusia inilah kebudayaan. Kebudayaan yang digunakan manusia dalam menyelesaikan masalah-masalahnya bisa kita sebut sebagai way of life, yang digunakan individu sebagai pedoman dalam bertingkah laku.

    Manusia dan kebudayaan merupakan salah satu ikatan yang tak bisa di pisahkan dalam kehidupan ini.Manusia adalah makhluk tuhan yang paling sempurna menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara turun temurun. Budaya tercipta atau terwujud hasil dari interaksi antara manusia dengan segala isi yang ada di dunia ini, dan dari kegiatan sehari-hari. Sopan santun adalah bagian dari ilmu budaya dasar yang umum dilakukan oleh semua orang didalam kehidupan.



Studi Kasus :

Budaya Kekerasan dan Peace Education

Kasus penyerbuan Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik Pandeglang Banten, Minggu (6/2), serentak mendapat respon luar biasa dari media. Hampir sepekan pasca kejadian, media cetak maupun elektronik dipenuhi dengan berita kasus tersebut. Banyak pakar dan analis diundang media televisi untuk tampil langsung membahas kasus itu, mulai dari agamawan, kepolisian, anggota dewan, aktivis kemanusiaan, hingga pengamat politik.

Muncul beragam pendapat mengenai kasus tersebut, ada yang mengatakan bahwa kasus itu dikarenakan kurang sigapnya aparat kepolisian yang terkesan membiarkan terjadinya tindak kekerasan. Ada pula yang menyebut, akibat dari SKB (Surat Keputusan Bersama) tiga menteri yang masih kurang tegas dan terkesan ”banci”. Ada juga yang mensinyalir bahwa kasus itu dikarenakan provokator beberapa orang dari kelompok ormas keagamaan yang sudah lama menginginkan Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dibubarkan.

Tentu masih banyak pendapat lain untuk menilai dan mencoba mencari solusi atas kasus tersebut. Namun yang menarik untuk didiskusikan lebih dalam lagi adalah tentang jawaban dari pertanyaan, mengapa penyerbuan anggota JAI itu terulang lagi?. Dengan kata lain, bahwa kejadian di Cikeusik bukan berdiri sendiri, karena jelang sepekan kemudian juga terjadi di Temanggung. Kasus yang dialami anggota JAI itu, hampir terjadi berulang dalam setiap tahunnya, bak kasus tahunan. SETARA Institute mencatat, aksi kekerasan terhadap JAI pada tahun 2007 terjadi 15 kasus,  pada tahun 2008 sebanyak 238 kasus, pada 2009 ada 33 kasus. Terjadi di berbagai daerah, seperti Kuningan, Bogor, Tasikmalaya, dan Garut.

Kalau dilihat dari kejadiannya yang berlangsung beulang-ulang, hampir dalam setiap tahunnya, terjadi merata di berbagai daerah, maka dapat dikatakan bahwa menyerbu, menyerang, ngeluruk, menyegel, melempari, membakar, bahkan membunuh adalah sudah menjadi budaya di masyarakat saat ini. Artinya, kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan masalah di masyarakat akar rumput telah menjadi pilihan yang sepertinya absah.
            Pernyataan ini tentu tidak berlebihan, apabila dikaitkan dengan beberapa kasus selain JAI. Tidak lama pasca kejadian penyerbuan yang berujuang pembunuhan tiga orang anggota JAI di Cikeusik, Selasa (15/2) Pesantren YAPI di Bangil Pasuruan diserang dan dilempari batu oleh ratusan orang tidak dikenal. Isu yang berkembang, bahwa motiv penyerangan itu ditengarai karena perbedaan paham. Hampir sama dengan kasusnya JAI.
Di luar kasus yang bersifat agama, kita juga dapat melihat kasus-kasus kekerasan yang hampir merata terjadi di semua daerah. Seperti dalam pelaksanaan Pemilukada (Pemilihan Umum Daerah), selalu saja berujung dengan kekerasan fisik antar pendukungcalon. Pendukung dari pasangan yang kalah mendatangi KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) menuntut pilihan ulang atau penghitungan ulang karena Pemilukada dianggap curang, dan alasan lain. Kalau tuntutannya tidak dikabulkan KPUD setempat, mereka tidak segan untuk membakar kantor KPUD.

Pembahasan : Tanggapan/Kritik/Saran
Mengenai budaya kekerasan, menarik apa yang disampaikan James Q. Wilson dan George Kelling dengan teorinya “broken windows”. Wilson dan Kelling berpendapat, bahwa kriminalitas merupakan akibat tak terelakkan dari ketidak teraturan. Diilustrasikan dengan sebuah jendela rumah pecah dan dibiarkan saja, siapapun yang lewat cenderung menyimpulkan bahwa rumah itu tidak ada yang peduli serta rumah itu dianggap tidak berpenghuni. Dalam waktu singkat akan ada lagi jendelanya yang pecah, dan akhirnya berkembang menjadi anarkhi yang menyebar ke sekitar tempat itu. (Malcolm Gladwell; 2003).

Memakai teori “broken windows” Wilson dan Kelling, untuk melihat kasus-kasus kekerasan yang terjadi belakangan ini, dapat memberikan pengertian bahwa setiap aksi kekerasan selalu saja berbuntut dan berulang dalam waktu yang tidak lama. Sangat mudah menyebar dan cepat menjalar terjadi di daerah-daerah lain. Persis sama dengan kasus penyerangan anggota JAI, yang dimulai dari kasus Cikeusik, selang waktu tidak lama juga terjadi di Temanggung. Tidak lama kemudian kasus yang sama juga terjadi di Bangil Pasuruan, tetapi kali ini bukan JAI, melainkan Pesantren YAPI.

Dalam psikologi sosial, perilaku agresivitas merupakan salah satu wujud yang bersumber dari thanatos (naluri kematian), yang mengarah pada kemarahan, benci, dan perusakan diri. Kemarahan berbeda dengan agresi. Agresi mempunyai tujuan untuk melukai orang lain secara sengaja, sedangkan kemarahan hanya berupa perasaan dan tidak mempunyai tujuan apapun.

Kasus kekerasan yang telah berkembang dan mendarah daging dalam lingkungan masyarakat kita patut untuk diwaspadai, karena masyarakat kita telah latah atau ikut-ikutan menuruti hawa nafsu mereka tanpa mereka pikirkan dengan masak-masak.

Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia harus menjadi pelopor dan contoh dalam hal toleransi, jangan sampai ada stigma negatif bahwa Islam adalah agama dengan kekerasan. Islam juga sebagai agama dan sumber peradaban sangat konsen pada pembelaan terhadap segala bentuk penindasan dan mengajarkan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Sikap toleransi, yakni penghormatan, penerimaan dan apresiasi terhadap keragaman agama, budaya, sudut pandang yang sesungguhnya melekat dalam Islam.

Maka, mengantisipasi berulangnya kasus kekerasan dalam skala yang lebih besar bahkan bisa terjadi berlarut-larut, diperlukan upaya pencegahan melalui studi peace education building.

Pemerintah dapat mengurangi aksi kekerasan jika ketat mengawasi massa yang bertindak anarkis serta memberikan Peace Education untuk memberi kesadaran kepada masyarakat bahwa cara terbaik untuk mencari solusi atas masalah adalah dengan jalan damai tanpa menggunakan jalan kekerasan yang akhirnya memberi kerugian kepada semua masyarakat.

Aspek-aspek yang dikembangkan pada program peace education adalah kedamaian dan anti kekerasan, hak asasi manusia, demokrasi, toleransi, pemahaman antar bangsa dan antar budaya, serta pemahaman perbedaan budaya dan bahasa.

Peace education perlu dibangun dari nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Di antara nilai-nilai yang bisa dijadikan sebagai bahan dasar adalah nilai-nilai yang diambil dari agama, budaya dan juga hak-hak asasi manusia yang universal. Berkenaan dengan pertama, hampir dalam semua agama di dunia, mengajarkan prinsi-prinsip nirkekerasan. Dalam Islam, prinsip ini begitu jelas sebagaimana disinyalir oleh sebuah hadis yang kemudian dijadikan sebagai kaidah fikih yang sangat vital, yaitu la darra wa la dirar. Dalam Hindu, prinsip ini dikenal dengan nama ahimsa, yang berarti nir-kekerasan. Bahkan ahimsa ini merupakan sifat khusus dalam agama ini. Dalam agama-agama lain, seperti Jainisme dan Budhisme, juga terdapat doktrin tentang nir-kekerasan. Dalam tradisi Budhisme, misalnya, prinsip nir-kekerasan memproyeksikan sebuah cita-cita perdamaian universal, yaitu dapat diperluas menjadi mencakup ide hati atau pikiran yang damai.

Bangunan dasar kedua adalah nilai-nilai budaya. Istilah budaya, dalam konteks ini, merujuk kepada satu praktik dan kebiasaan masyarakat yang baik, yang telah diterima oleh masyarakat secara konsensus dan bersifat universal, tidak hanya menguntungkan satu pihak atau kelompok tertentu. Indonesia, dengan beragam kelompok etnik dan budaya ini, adalah sangat kaya dengan nilai-nilai budaya yang khas. Hampir semua kelompok etnik yang ada memiliki budaya tersendiri, yang masing-masing dari mereka mungkin memiliki kesamaan atau perbedaan budaya satu sama lainnya.

Masyarakat akan jauh lebih senang jika menerima tindakan baik dan damai sehingga tidak ada lagi perselisihan antara kubu masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA
http://meitanuringtyas.blogspot.com/2012/03/ii-manusia-dan-kebudayaan.html http://cano-mandriva.blogspot.com/2012/03/hakikat-manusia-dan-kebudayaan.html
http://tugaskuliah-ilham.blogspot.com/2011/03/hakikat-manusia-dan-kebudayaan.html
http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_12.html
http://sudotoariwibowo0310.blogspot.com/2012/05/ilmu-budaya-dasar-hakikat-manusia-dan.html
http://tonyhernandi10.blogspot.com/2012/10/ilmu-budaya-dasar-hakikat-manusia-dan.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar