Nama
: Chairunnisa
NPM : 11513863
Kelas : 1PA02
NPM : 11513863
Kelas : 1PA02
KEARIFAN
LOKAL
Kearifan atau kebijaksanaan adalah
sesuatu yang didambakan umat manusia di dunia ini. Kearifan dimulai dari gagasan-gagasan dari
individu yang kemudian bertemu dengan gagasan individu lainnya, seterusnya
berupa gagasan kolektif. Kearifan lokal ini biasanya dicipta dan dipraktikkan
untuk kebaikan komunitas yang menggunakannya. Ada kalanya kearifan lokal itu
hanya diketahui dan diamalkan oleh beberapa orang dalam jumlah yang kecil,
misalnya desa. Namun ada pula kearifan lokal yang digunakan oleh sekelompok
besar masyarakat, misalnya kearifan lokal etnik.
Kearifan lokal ini juga tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan masyarakat yang mendukungnya. Kearifan lokal, biasanya mencakup semua unsur kebudayaan manusia, yang mencakup: sistem religi, bahasa, ekonomi, teknologi, pendidikan, organisasi sosial, dan kesenian. Kearifan lokal bermula dari ide atau gagasan, yang kemudian diaplikasikan dalam tahapan praktik, dan penciptaan material kebudayaan. Ia akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, intensitas pergaulan sosial, dan enkulturasi sosiobudaya. Apalagi dalam dunia yang tidak mengenal batas seperti sekarang ini, kearifan lokal sangat diwarnai oleh wawasan manusia yang memikirkan dan menggunakannya.
Kearifan lokal juga dapat mendukung kepada keberadaan negara bangsa (nation state) tertentu. Bahkan dalam merumuskan sebuah negara bangsa, selalunya diwarnai oleh kearifan-kearifan lokal yang tumbuh dalam masyarakat yang membentuk dan mencita-citakan negara bangsa tersebut. Misalnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang mempunyai dasar negara Pancasila, sebenarnya adalah proses pemikiran para pendiri bangsa ini untuk membuat dasar negara yang diambil dan digali dari nilai-nilai kearifan lokal Nusantara. Kearifan-kearifan lokal ini kemudian dirumuskan menjadi lima sila yang berdasar kepada bentuk “ikatan sosial budaya” biar berbeda-beda tetapi tetap satu (bhinneka tunggal ika).
Pengertian kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan lokal (local) atau setempat. Jadi kearifan lokal adalah gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Gobyah (2003), mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalahkebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokalmerupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada.Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupunkondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa laluyang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokaltetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal.
Menurut Caroline Nyamai-Kisia (2010), kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasitertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya.
Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level lokal dibidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan kegiatanmasyarakat pedesaan. Dalam kearifan lokal, terkandung pula kearifan budaya lokal.Kearifan budaya lokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikianmenyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalamtradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.
Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari penjelasan beliau dapat dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan mengajarkan tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung, yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam tempatnya hidup; dan diwujudkannya sebagai tradisi.
Kearifan lokal ini juga tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan masyarakat yang mendukungnya. Kearifan lokal, biasanya mencakup semua unsur kebudayaan manusia, yang mencakup: sistem religi, bahasa, ekonomi, teknologi, pendidikan, organisasi sosial, dan kesenian. Kearifan lokal bermula dari ide atau gagasan, yang kemudian diaplikasikan dalam tahapan praktik, dan penciptaan material kebudayaan. Ia akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, intensitas pergaulan sosial, dan enkulturasi sosiobudaya. Apalagi dalam dunia yang tidak mengenal batas seperti sekarang ini, kearifan lokal sangat diwarnai oleh wawasan manusia yang memikirkan dan menggunakannya.
Kearifan lokal juga dapat mendukung kepada keberadaan negara bangsa (nation state) tertentu. Bahkan dalam merumuskan sebuah negara bangsa, selalunya diwarnai oleh kearifan-kearifan lokal yang tumbuh dalam masyarakat yang membentuk dan mencita-citakan negara bangsa tersebut. Misalnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang mempunyai dasar negara Pancasila, sebenarnya adalah proses pemikiran para pendiri bangsa ini untuk membuat dasar negara yang diambil dan digali dari nilai-nilai kearifan lokal Nusantara. Kearifan-kearifan lokal ini kemudian dirumuskan menjadi lima sila yang berdasar kepada bentuk “ikatan sosial budaya” biar berbeda-beda tetapi tetap satu (bhinneka tunggal ika).
Pengertian kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan lokal (local) atau setempat. Jadi kearifan lokal adalah gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Gobyah (2003), mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalahkebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokalmerupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada.Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupunkondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa laluyang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokaltetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal.
Menurut Caroline Nyamai-Kisia (2010), kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasitertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya.
Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level lokal dibidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan kegiatanmasyarakat pedesaan. Dalam kearifan lokal, terkandung pula kearifan budaya lokal.Kearifan budaya lokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikianmenyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalamtradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.
Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari penjelasan beliau dapat dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan mengajarkan tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung, yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam tempatnya hidup; dan diwujudkannya sebagai tradisi.
Definisi
kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang
ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan
lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang
baik yang ada di dalam wilayah tersebut. Kalau mau jujur, sebenarnya
nilai-nilai kearifan lokal ini sudah diajarkan secara turun temurun oleh orang
tua kita kepada kita selaku anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling
menghormati dan tepa salira merupakan contoh kecil dari kearifan lokal.
Kearifan lokal merupakan semua kecerdasan–kecerdasan lokal yang ditranformasikan ke dalam cipta, karya dan karsa sehingga masyarakat dapat mandiri dalam berbagai iklim sosial yang terus berubah-ubah. Cipta, karya dan karsa itu disebut juga budaya. Kebudayaan bukan merupakan istilah baru, namun yang dimaksudkan dengan kebudayaan adalah semua pikiran, perilaku, tindakan, dan sikap hidup yang selalu dilakukan orang setiap harinya. Menurut Koentjaraningrat (dalam Rustanto,2005) pembudayaan atau dalam istilah Inggris dikenal dengan istilah ”Institusionalization” yaitu proses belajar yang dilalui setiap orang selama hidupnya untuk menyesuaikan diri di alam pikirannya serta sikapnya terhadap adat, sistem norma dan semua peraturan yang terdapat dalam kebudayaan dan masyarakatnnya.
Kearifan lokal merupakan semua kecerdasan–kecerdasan lokal yang ditranformasikan ke dalam cipta, karya dan karsa sehingga masyarakat dapat mandiri dalam berbagai iklim sosial yang terus berubah-ubah. Cipta, karya dan karsa itu disebut juga budaya. Kebudayaan bukan merupakan istilah baru, namun yang dimaksudkan dengan kebudayaan adalah semua pikiran, perilaku, tindakan, dan sikap hidup yang selalu dilakukan orang setiap harinya. Menurut Koentjaraningrat (dalam Rustanto,2005) pembudayaan atau dalam istilah Inggris dikenal dengan istilah ”Institusionalization” yaitu proses belajar yang dilalui setiap orang selama hidupnya untuk menyesuaikan diri di alam pikirannya serta sikapnya terhadap adat, sistem norma dan semua peraturan yang terdapat dalam kebudayaan dan masyarakatnnya.
Secara
umum, kearifan lokal dianggap pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai
strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal
dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dengan
pengertian-pengertian tersebut, kearifan lokal bukan sekedar nilai tradisi atau
ciri lokalitas semata melainkan nilai tradisi yang mempunyai daya-guna untuk
untuk mewujudkan harapan atau nilai-nilai kemapanan yang juga secara universal
yang didamba-damba oleh manusia. (dalam situs Departemen Sosial RI).
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kearifan lokal merupakan seperangkat pengetahuan, nilai-nilai, perilaku,
serta cara bersikap terhadap objek dan peristiwa tertentu di lingkunganya yang
diakui kebaikan dan kebenarannya oleh
komunitas tersebut.
Bentuk-bentuk
kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan,
adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang
bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya
menjadi bermacam-macam.
Jenis-jenis kearifan lokal, antara lain;
1.
Tata kelola,berkaitan dengan kemasyarakatan yang mengatur kelompok sosial
(kades).
2.
Nilai-nilai adat, tata nilai yang dikembangkan masyarakat tradisional yang
mengatur etika.
3.
Tata cara dan prosedur, bercocok tanam sesuai dengan waktunya untuk
melestarikan alam.
4.
Pemilihan tempat dan ruang.
Kearifan lokal yang berwujud nyata, antara lain;
1.
Tekstual, contohnya yang ada tertuang dalam kitab kono (primbon), kalinder.
2.
Tangible, contohnya bangunan yang mencerminkan kearifan lokal.
3.
Candi borobodur, batik.
Kearifan lokal yang tidak berwujud;
• Petuah yang secara verbal, berbentuk nyanyian seperti balamut.
• Petuah yang secara verbal, berbentuk nyanyian seperti balamut.
Contoh
Kearifan Lokal di Indonesia
-
Rimba Kepungan Sialang (Melayu-Riau): Masyarakat
Melayu mengenal pembagian hutan tanah yang terdiri dari tiga bagian, yakni
tanah perladangan, rimba larangan, rimba simpanan (hak ulayat) dan rimba
kepungan sialang.
-
Dayak
Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat tradisi tana‘ ulen. Kawasan hutan
dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat. Pengelolaan tanah diatur dan
dilindungi oleh aturan adat.
-
Masyarakat
Undau Mau, Kalimantan Barat. Masyarakat ini mengembangkan kearifan lingkungan
dalam pola penataan ruang pemukiman, dengan mengklasifikasi hutan dan
memanfaatkannya. Perladangan dilakukan dengan rotasi dengan menetapkan masa bera,
dan mereka mengenal tabu sehingga penggunaan teknologi dibatasi pada
teknologi pertanian sederhana dan ramah lingkungan.
-
Tri Hita Karana (Bali): Tri Hita Karana, suatu konsep
yang ada dalam kebudayaan Hindu-Bali yang berintikan keharmonisan hubungan
antara Manusia-Tuhan, manusia-manusia, dan manusia-alam merupakan tiga penyebab
kesejahteraan jasmani dan rohani. Ini berarti bahwa nilai keharmonisan hubungan
antara manusia dengan lingkungan merupakan suatu kearifan ekologi pada
masyarakat dan kebudayaan Bali.
-
Tanah Sebagai Ibu Kandung (Amungme-Papua Barat):
Masyarakat Amungme yang hidup disekitar Tambagapura yang kini menjadi kawasan
eksploitasi PT. Freeport Indonesia, mempercayai tanah sebagai ibu kandung atau
mama. Kearifan budaya Amungme yang berpersepsi tanah sebagai mama, menjadi
motivasi budaya bagi resisstensi warga Amungme terhadap penggalian gunung biji Erstberg
dan Grassberg. Kedua gunung ini dipercaya sebagai kepala mama. Kasus Freeport
merupakan suatu perlawanan budaya para tokoh adat Amungme yang tampil dengan
pesan budaya “te aro neweak lako” (alam adalah aku) atau tanah dipandang
sebagai bagian dari hidup manusia. Konsekuensi dari strukktur kepercayaan
budaya tadi adalah ketika dampak pencemaran dari limbah PTFI, dalam bentuk
pembuangan tailing ke dalam sungai Ajkwa dan Agawaghon dan semua anak sungai
sekitarnya, menyebabkan rusaknya ekosistem dan budaya Amungme. Sebaliknya
adanya pandangan bahwa tanah adalah mama atau bagian dari hidup manusia,
menuntun prilaku pemanfaatan sumber daya alam, terutama tanah, secara
hati-hati, tidak merusak dan tidak mencemari.
Kearifan Lokal Betawi (Cium Tangan)
Penduduk Indonesia
terkenal ramah tamah dan sopan santun. Ini terbukti dari salah satu
budaya Betawi dengan kebiasaan atau budayanya yang mengutamakan pendidikan akhlak
dan ramah tamah nya, contohnya saja cium tangan semua orang yang lebih tua
dibandingkannya seperti kakek nenek, kedua orang tua, saudara, bahkan
tetangga.Itu merupakan bentuk penghormatan terhadap orang-orang yang lebih tua.
sejak jaman nenek moyang kita sudah mengajarkan agar kita saling menghormati dan menghargai orang yang lebih tua umurnya dibandingkan diri kita.
sejak jaman nenek moyang kita sudah mengajarkan agar kita saling menghormati dan menghargai orang yang lebih tua umurnya dibandingkan diri kita.
Betawi pun sejak jaman
dahulu sudah menerapkan hal ini. Mulai dari bapak atau ibu kita yang mencium
tangan ke kakek nenek kita. Cium tangan Istri
kepada suaminya adalah bentuk kasih sayang dan pengabdian. Cium tangan anak
kepada Bapak ibunya adalah bentuk bakti dan penghormatan. Cium tangan saudara
muda dengan saudara tuanya adalah bentuk persaudaraan yang sangat mesra.
Hingga kita terbiasa untuk mencium tangan mereka, orang-orang yang lebih tua umurnya dibandingkan kita. Bahkan dalam budaya betawi mengenal kebiasaan cium tangan kepada Gurunya sebagai bukti penghormatan terhadap ilmu yang dimiliki oleh Guru tersebut. Sampai-sampai orang betawi cium tangan kepada orang lain di luar garis keluarga sebagai penghormatan kepada orang tersebut.
Kebiasaan ini mencerminkan
bahwa budaya Betawi sangat perhatian terhadap pendidikan moral (akhlak) sejak
dini.
Mungkin ini semua terlihat hal
sepele, tapi dampaknya sangat besar dan positif karena Budaya yang tinggi dan luhur adalah budaya yang di
dalamnya termuat pendidikan moral (akhlak). Bahkan sejarah mencatat bahwa Misi
Rasulullah diutus adalah memperbaiki akhlak manusia. Hal ini menjadi sangat penting
dalam membangun kebudayaan Betawi yang sangat kita banggakan ini. Baik untuk
membangun Intelektual orang tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
SUBHANALLOH, POSTINGANNYA BAGUS MS.CHACA
BalasHapusTerima kasih. Btw, itu tak sepenuhnya tulisan saya :) Ada beberapa sumber yang aku dapatkan untuk menyelesaikan postingan di atas.
Hapus